Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Piala Asia U-23: Soal VAR, Bukan Bermaksud Menggugat
VAR diharapkan bisa mengurangi ketidakpuasan semua pihak pada kinerja wasit dan dua asisten wasit. Ya, VAR adalah mata ketiga dalam pertandingan
Editor: Toni Bramantoro
OLEH: M. Nigara
JAUH SEBELUM FIFA memutuskan VAR, 2016 diberlakukan, banyak terjadi protes atas keputusan-keputusan wasit dalam berbagsi pertandingan sepakbola. Bahkan, tidak jarang karena kecurigaan atas prilaku wasit, kerusuhan besar terjadi.
Secara teori, VAR alias Video Assistant Referee adalah sistem yang berfungsi membantu wasit untuk 'mendekati keadilan'. Dengan begitu, VAR diharapkan bisa mengurangi ketidakpuasan semua pihak pada kinerja wasit dan dua asisten wasit.
Ya, VAR adalah mata ketiga dalam setiap pertandingan.
Pertanyaannya, benarkah VAR bisa mendekati keadilan bagi semua pihak? Jawabnya tentu tidak mudah. Mengapa? Ternyata VAR itu sendiri masih dijalankan oleh seorang asisten wasit.
Padahal, jika ide VAR itu untuk mendekati keadilan, harusnya tidak lagi ada wasit atau siapa pun yang mengoperasikannya.
Secara berseloroh ada pihak yang mengatakan, wasit VAR-lah penentu kemenangan salah satu tim. Ya, ini hanya ungkapan bagi mereka yang timnya secara kasat mata malah dirugikan oleh kinerja VAR itu sendiri. Intinya, tetap manusia yang mengendalikan segalanya. Intinya lagi, patut dapat diduga like and dislaike tetap bisa terjadi.
Ditolak FIFA
Adalah Josepp Blatter, Presiden FIFA 1998-2015, secara tegas menolak program VAR. Saat itu, ada teknisi dari Belanda yang mengajukan alat tersebut, tepatnya 2010 awal.
Blatter mengatakan, sepakbola tidak membutuhkan alat itu. "VAR itu dapat menghilangkan 'ruh' sepakbola, kejujuran dan kebersamaan.
"Kalau masih ada orang di balik mesin, tidak ada bedanya dengan cara lama," katanya lagi.
KNVB ( Koninklijke Nederlandse Voetbalbond) memperkenalkan VAR tahun 2010. Kemudian, mereka memberitahukan pada FIFA, Eredivisie tahun 2012-13 memulai dengan menggunakan VAR.
VAR, baru benar-benar difungsikan 2016, ketika Gianni Infantino terpilih sebagai Presiden Federasi Sepakbola Dunia. Maka, jadilah VAR sebagai alat bantu yang diharapkan bisa mengurangi ketidakpuasan berbagai pihak.
Banyak negara yang hingga hari ini belum juga mau menggunakan VAR. Indonesia sendiri, khususnya Liga-1, baru akan menggunakan VAR tahun mendatang. VAR membutuhkan perangkat yang tidak murah sebelum bisa diterapkan di lapangan.
Sementara, Svenska Fotbollförbundet (Federasi Sepakbola Swedia) secara resmi menyatakan menolak menggunakan alat bantu itu. Hal ini dikarena seluruh klub Allsvenskan (liga kasta tertinggi Swedia) yang 51 persen sahamnya dimiliki oleh suporter. Mereka justru terganggu dengan VAR.