Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Piala Asia U-23: Soal VAR, Bukan Bermaksud Menggugat

VAR diharapkan bisa mengurangi ketidakpuasan semua pihak pada kinerja wasit dan dua asisten wasit. Ya, VAR adalah mata ketiga dalam pertandingan

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Piala Asia U-23: Soal VAR, Bukan Bermaksud Menggugat
Dok. pribadi
M. Nigara, Wartawan Sepakbola Senior 

Seperti kata Blatter, kejujuran dan kebersaaman atsu ruh sepakbola akan hilang. Di samping itu, karena ada wasit pengendali VAR, maka akan menjadi lebih subyektif.

Tidak Wajar

Terkait dengan hal itu, ada beberapa hal yang menarik terkait VAR di Piala Asia U23, 2023, Qatar. Menariknya, ada tiga kisah yang terkait dengan timnas Indonesia. Tulisan ini sama sekali tidak dalam posisi menggugat, tetapi hanya berbagi pandangan saja.

Untuk itu, siapa saja boleh mendukung dan tentu juga boleh berbeda pendapat. Sepanjang tidak untuk saling menghakimi.

Pertama saat kita melawan Qatar, VAR secara over difungsikan untuk mengubah keputusan wasit Nasrullo Kabirov asal Tajikistan. Awalnya wasit meniupkan peluit untuk Indonesia, menyusul benturan antara Rizky Ridho dengan Mahdi Sakem, di kotak penalti kita pada menut-41.

Namun wasit yang bertugas di control room VAR, Sivakorn Pu-Udom asal Thailand, berkomunikasi dengan Kabirov. Sang wasit yang awalnya sudah menunjuk pelanggaran untuk kita, berlari ke sisi lapangan. Udom mengulang-ulang adegan yang seolah-olah Rizky melakukan sikutan. Dan penalti pun terjadi, di menit 45+1, gol 1-0 untuk Qatar.

Ketika di menit 46, Ivar Jenner dituduh menginjak paha atau lutut bek Qatar, Saifeldeen Hassan, wasit langsung memberi kartu merahkan. Tapi, saat Witan Sulaiman dihajar Saif Eldeen (56), wasit Nasrullo Kabirov asal Tajikistan, membiarkan saja.

Gawatnya, wasit VAR Pu-Udom, tenang-tenang saja. Padahal jjka VAR digunakan seperti saat Rizky Ridho, sangat mungkin Jenner terbebas. Wong jelas tidak ada sentuhan apapun, meski Saifeldeen memgerang dan berguling. Malah jika Kabirov jujur, pemain Qatar yang akan terkena karena melakukan diving (tipuan).

Berita Rekomendasi

Kedua, ketika Garuda Muda menghadapi Korsel. Di menit ke-8, wasit Shaun Evans (Australia) menganulir gol Lee Kang Hee, setelah berkomunikasi dengan wasit VAR, dan meneliti tayangan televisi.

Hasilnya, gol untuk Korsel dianulir. Dari tayangan VAR, salah seorang pemain Korsel berada dalam 'kotak' yang ditampilkan. Artinya, VAR secara tegas menunjukkan posisi pemain Korsel memang kakinya berada lebih di depan dari pemain belakang kita, offside.

Sementara saat gol Muhammad Ferrari ke gawang Uzbekistan, juga dianulir oleh wasit Shen Yin Hao dari Cina juga melalui komunikasi dengan wasit VAR, Sivakorn Pu-Udom asal Thailand. Bedanya, Pu-Dom sama sekali tidak menampil kotak atau garis VAR seperti seharusnya.

Bahkan jika kita cermati, ada dua kamera yang beroperasi. Kamera 3 (sejajar dengan pemain, dan diambil dari arah Selatan ke Utara), sama sekali tidak terlihat ada kaki kanan Sananta. Tapi, jika yang digunakan kamera 4, juga dari arah sama, namun posisi kamera antara pemain dan gawang, maka teelihatlah kaki Sananta.

Rekaman dari kamera-4 yang terus-menerus ditampilkan, hingga akhirnya wasit dari China itu tak ragu untuk menganulir. Sekali lagi, saya tidak bermaksud menggugat keputusan wasit, saya hanya membandingkan apa yang dilakukan wasit VAR saat gol Lee Kang Hee, dianulir dengan gol Ferrari.

Secara teori, jika garis atau kotak VAR tidak digunakan, maka posisi yang harusnya bisa dinilai mendekati 99 persen, pasti ambyar. Pertanyaannya, mengapa Pu-Udom tidak menggunakannya dan mengapa bukan dari kamera tiga yang sejajar adegan para pemain Sananta itu diulang-ulang?

Jadi, saya sependapat dengan Blatter yang mengatakan, sepanjang alat VAR masih dioperasikan oleh manusia, maka harapan untuk mendekati keadilan, tetap tak bisa diharapkan bisa berjalan dengan benar. Jika begitu, untuk apa VAR? Saya pun angkat topi untuk Federasi Sepakbola Swedia yang secara tegas menolak VAR.

Semoga laga melawan Irak atau negara lain, di event mana pun, kita tidak dirugikan oleh VAR, juga jangan sampai kita menang karena alat itu

*M. Nigara, Wartawan Sepakbola Senior

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas