Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Kapal Induk Fujian Jawaban China Atas Tantangan AS di Asia Pasifik

Militer China kini memiliki tiga kapal induk, Liaoning, Shandong, dan Fujian. Tiga kapal induk ini memberi tanda baru dominasi militer AS di Asia.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Kapal Induk Fujian Jawaban China Atas Tantangan AS di Asia Pasifik
DEFENSE STUDIES
Kapal induk China, Liaoning, hasil permak ulang kapal induk bekas Soviet yang dimiliki Ukraina. Kapal induk Fujian melengkapi armada raksasa China. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Pekan lalu, China membuat semacam pertunjukan diplomatik menarik saat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengunjungi Beijing, China.

Saat tiba di Beijing, Blinken yang menggunakan pesawat khusus disambut alakadarnya oleh pejabat tingkat rendahan China.

Tangga yang digunakannya turun dari pesawat juga biasa saja, tidak berkarpet merah seperti layaknya penghormatan untuk penyambutan pejabat tinggi negara lain.

Lalu saat menemui Presiden X Jinping, terekam kamera Xi Jinping sesaat mondar-mandir di ruangan sembari menunggu kedatangan Blinken.

Xi Jinping bertanya ke pembantu terdekatnya, kapan Blinken pergi meninggalkan Beijing. Pertanyaan yang menyiratkan ia ogah berlama-lama menyambut Blinken.

Ini adalah orkestrasi politis tingkat tinggi yang dilakukan China menghadapi arogansi Washington di berbagai lini di ranah global.

Blinken datang ke Beijing membawa misi mendesak China agar menjauhi Rusia, dalam perang melawan Ukraina dan NATO.

BERITA TERKAIT

Misi yang jelas-jelas bakal gagal diwujudkan Gedung Putih. Beijing bergeming, dan tetap pada posisinya saat ini yang tak tergoyahkan.

Baca juga: AS Dituduh Miliki Standar Ganda soal Dugaan Pelanggaran HAM oleh Israel, Blinken Langsung Bantah

Baca juga: Dua Kapal Induk China Tinggalkan Pangkalan Jelang Nancy Pelosi ke Taiwan, AS Siagakan 4 Kapal Perang

Pertunjukan kedua yang tak kalah menariknya, Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAN) pada 1 Mei 2024 memamerkan Fujian, kapal induk terbaru asli buatan Tiongkok.

Kapal induk raksasa itu meninggalkan galangan kapal Jiangnan di China timur, untuk berlayar menjajal perairan Laut China Selatan.

Pertama kali gambar kapal induk Fujian dirilis Juni 2022, dan kini kapal itu sudah muncu secara fisik menyusul dua kapal induk lain yang sudah beroperasi.

China sudah memiliki kapal induk Shandong, yang mulai bertugas sejak 2019. Kapal induk pertama China adalah Liaoning, hasil permak ulang kapal induk rongsokan milik Ukraina (eks Soviet).

Shandong dan Liaoning memiliki kesamaan rancang bangun dari kapal induk kelas Kutznesov dari masa Uni Soviet.

Berlayarnya Fujian menandai babak baru sangat seru pertunjukan kekuatan militer China, yang praktis kini menjadi penantang paling serius hegemoni AS.

Di tahap ini, Fujian akan menjalani tes keandalan dan stabilitas sistem propulsi dan tenaga Listrik yang menggerakkan kapal induk ini.

PLAN menyatakan, kapal induk Fujian adalah salah satu perangkat keras militer paling penting yang sedang dikembangkan negara tersebut.

Secara kuantitas, saat ini Tiongkok menjadi angkatan laut terbesar di dunia berdasarkan jumlah kapal.

Namun, Angkatan Laut AS (US Navy) memimpin dalam hal kapal induk, dengan 11 armada kapal induk dan sembilan kapal serbu amfibi yang mampu membawa pesawat.

Namun, para analis militer memperkirakan dalam tempo tak lama lagi, Tiongkok bersiap untuk menutup kesenjangan tersebut.

Tentang kapal induk Fujian, berikut ini sejumlah catatan dan data yang menunjukkan kapabilitasnya di lautan.

Kapal induk terbaru China ini sepenuhnya dikembangkan dan dibangun di dalam negeri, oleh Perusahaan pembuat kapal Tiongkok.

Secara bentuk desain, kapal induk Fujian memiliki kemiripan dengan hampir semua kapal induk milik Angkatan Laut AS.

Kapal ini memiliki bobot lebih dari 80.000 metrik ton, dengan panjang kapal sekitar 316 meter dan balok lambung di permukaan air sekitar 39 meter.

Kapal induk Fujian mampu menampung 2.000 awak kapal, dan 1.000 awak pesawat. Jadi total aka nada 3.000 orang di kapal saat beroperasi.

Jalur penerbangan dan pendaratan kapal ini datar dan lurus, yang dilengkapi fitur utama – ketapel elektromagnetik dan alat penahan.

Sistem peluncuran dan pemulihannya disebut CATOBAR (Catapult Assisted Take-Off But Arrested Recovery).

Ia memiliki tiga jalur ketapel dengan pelindung ledakan untuk meluncurkan pesawat dari dek penerbangan

Penggerak Fujian diyakini didasarkan pada turbin uap konvensional dengan generator diesel.

Perkiraan kecepatan jelajahnya adalah 30–31 knot (56 km/jam).

Fujian dapat membawa sekitar 60 pesawat, termasuk 40 pesawat tempur, seperti J-15, helikopter anti-kapal selam, dan pesawat peringatan dini dan kendali udara (AWACS).

Perhatian, terutama yang mengikuti isu AS-China, kini fokus pada bagaimana kapal Fujian dapat bersaing dengan kapal induk terbaru USN, USS Gerald R Ford.

Kapal perang AS ini memiliki panjang 333 meter, memiliki bobot perpindahan lebih besar yaitu 100.000 ton dan bertenaga nuklir.

Bandingkan dengan kapal Fujian yang bertenaga mesin penggerak konvensional. Tapi ada beberapa aspek yang diklaim kapal Tiongkok tersebut lebih unggul.

Fitur utama Fujian – tiga ketapel elektromagnetik dan alat penahannya – setara dengan USS Gerald R Ford.

Namun kapal induk Fujian digambarkan memiliki ketapel EM arus searah, dilaporkan lebih hemat energi.

Sistem ini lebih mudah diintegrasikan dengan perangkat penyimpanan energi dibandingkan empat ketapel arus bolak-balik milik kapal perang AS.

Kapal Tiongkok mungkin memiliki tiga saklar terpisah yang terintegrasi untuk ketapelnya. Tidak seperti kapal induk USS Gerald R Ford yang tidak dapat memutus pasokan listrik ke satu ketapel saja.

Ini berarti semua system operasi peluncuran harus dihentikan jika diperlukan perbaikan manakala ada masalah.

Berbeda dengan USS Gerald R Ford yang memiliki dua reaktor nuklir Bechtel A1B, Fujian menggunakan tenaga penggerak listrik terintegrasi yang didukung pembangkit uap.

Hal ini diperkirakan memberikan distribusi daya yang sangat serbaguna dan mengurangi konsumsi energi kapal secara keseluruhan.

Sistem elektronik terintegrasi multifungsi Fujian dilaporkan lebih unggul dari konfigurasi tradisional Ford.

Sistem radar kapal induk Tiongkok ini lebih kompak dan terintegrasi, dengan berkurangnya interferensi antarsensor.

Desain tiang Fujian yang minimalis, terbuat dari material komposit abu-abu di pusat komando kapal induk ini menutupi antena dan sensor.

Fujian bisa memiliki radar yang lebih kuat daripada Ford jika kinerja sensor pencarian udara yang dilengkapi galium nitrida memenuhi harapan.

Dua elevator pesawat di sisi kanan kapal Tiongkok, dibandingkan tiga elevator milik USS Gerald R Ford, menawarkan lebih banyak ruang dek.

Jangkauan tempur kapal induk baru Tiongkok yang lebih besar diharapkan dapat memberikan PLAN kemampuan pengendalian wilayah maritim jarak jauh.

Kapal perang China berlayar di Teluk Oman dalam latihan bersama dengan Angkatan Laut Rusia dan Iran.
Kapal perang China berlayar di Teluk Oman dalam latihan bersama dengan Angkatan Laut Rusia dan Iran. (Daily Mail)

Kemampuan baru ini akan muncul pada saat meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan, ketika Beijing dihadapkan dengan meningkatnya serangan AS dengan dalih narasi ancaman Tiongkok.

Sebagai bagian dari program militerisasi pimpinan AS yang menargetkan wilayah tersebut, Washington telah memperkuat penempatannya di Asia-Pasifik, dengan mengandalkan sekutunya termasuk Jepang, Australia, dan Filipina.

Upaya Washington untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia-Pasifik telah berulang kali dikecam oleh Beijing, yang menganggapnya sebagai campur tangan AS di wilayah tersebut.

Lebih luas lagi, AS telah menjalin koalisi militer lebih kuat dengan Inggris, Australia dan Selandia Baru lewat AUKUS.

Beijing selalu melihat AUKUS ini adalah pengembangan NATO di Asia Pasifik, dan bakal jadi ancaman ketimbang prospek positif baru perdamaian kawasan.

Meningkatnya kapabilitas militer China tak hanya ditandai keberhasilan membuat kapal induk secara mandiri.

China juga telah memproduksi rudal hipersonik, menjadi satu di antara segelintir negara di dunia yang kini memiliki kekuatan penangkal.

Rudal hipersonik itu bisa dimuati hulu ledak nuklir, sebuah elemen penghancur yang selama berpuluh tahun jadi kekuatan penangkal perang.

Sementara di jajaran udara, China sudah memasuki fase produksi jet tempur generasi ke-5. Bahkan sudah meluncurkan jet tempur siluman J-20 yang menyaingi F-22 Raptor.

Namun dari sekian deret kemajuan yang dicapai China di segi militer, kelemahan mereka adalah, kemampuan itu belum pernah teruji dalam peperangan sesungguhnya.

Beda dengan militer AS, yang di mana-mana telah menjajal kemampuan darat, laut dan udara lewat berbagai operasi tempur lintas benua.

Ini keunggulan strategis yang kerap digembar-gemborkan Pentagon dan Gedung Putih. AS juga memiliki paling banyak pangkalan militer di luar negaranya.

Di semua benua, AS menempatkan pangkalan militernya, selain bekerjasama secara erat dengan negara-negara tuan rumah.

Di Asia Timur dan Tenggara, AS tentu saja memiliki pijakan kuat di Korea Selatan dan Jepang, selain bermitra kuat dengan Filipina dan Singapura.

AS memiliki pangkalan militer khusus untuk pengebom jarak jauh di Pulau Diego Garcia di Tengah Samudera Hindia.

Di Pasifik, pangkalan terbesar angkatan laut AS ada Guam, dan ini jadi home base Armada VII AS yang membawahi Asia Pasifik.

Kehadiran kapal induk Fujian di armada laut Tiongkok, jelas jadi sinyal kuat betapa kompetitifnya persaingan AS dan China.

Beijing memiliki pondasi dan kekuatan ekonomi yang jauh melampaui AS. Artinya, Fujian belum menjadi produk militer strategis terakhir yang akan dibuat China.

Persaingan AS dan sekutunya melawan China masih akan panjang dan berliku. Mungkin akan semakin tajam manakala BRICS semakin kokoh sebagai penantang blok ekonomi G-7.

DI BRICS mulai berdatangan kekuatan-kekuatan yang menjauhi hegemoni AS, termasuk Uni Emirat Arab dan Arab Saudi yang akan segera bergabung.

BRICS adalah kekuatan penyeimbang baru yang diinisiasi Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan, guna menciptakan dunia yang multipolar.

Kesadaran baru yang muncu sebagai antitesa politik hegemonik Washington, yang lebih banyak menciptakan kekacauan daripada perdamaian.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas