Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Saat Vladimir Putin Bertekad Rusia Akan Menangkan Pertarungan
Presiden Rusia Vladimir Putin bertekad menang dalam konfliknya dengan Ukraina. Perundingan damai siap dihadapi Moskow tapi tidak dengan fantasi.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow siap berunding dengan siapapun guna menyelesaikan perselisihan di Ukraina.
Perundingan atau pembicaraan damai itu kata Putin pasti didasarkan pada isu kemenangan atau kekalahan para pihak.
Rusia, tekad Putin, akan memenangkannya. “Semua negosiasi didasarkan pada kekalahan militer atau kemenangan militer. Tentu saja kami akan menang,” kata Putin.
Pernyataan tegas itu dikemukakan Vladimir Putin di podium Forum Ekonomi Internasional Saint Petersburg (SPIEF) Rusia, Jumat 7 Juni 2024.
Putin menjawab pertanyaan audiens forum yang datang dari ratusan negara di dunia. Ada ribuan tamu penting, undangan, peserta, delegasi bisnis hadir dalam event ini.
Apa maksud Vladimir Putin? Benarkah konflik di Ukraina akan segera berakhir di meja perdamaian? Bagaimana dengan NATO dan Eropa?
Baca juga: Vladimir Putin Menyindir Barat, dengan Mempersenjatai Kiev Mereka Pikir Bisa Hancurkan Rusia
Baca juga: Tak Takut Gertakan Barat, Vladimir Putin Perintahkan Latihan Nuklir Taktis ke Perbatasan Ukraina
Baca juga: Zelensky Serang Tiongkok, Dianggap Jadi Alat Rusia Ganggu Upaya Perdamaian
Realitas di medan tempur Ukraina tampaknya menunjukkan kenyataan berbeda. Negosiasi damai masih jauh panggang dari api.
Bahkan tidak sedikit yang cemas, peperangan Ukraina akan semakin membesar, dan meluas ke seantero Eropa.
Penggunaan senjata nuklir pun bukan mustahil. Donald J Trump, rival sekaligus seteru Joe Biden di Pilpres AS, mengatakan jika Joe Biden terpilih lagi, perang nuklir AS-Rusia bisa terjadi.
Tara Reade, mantan asisten Joe Biden saat di Kongres, menyebutkan jika sosok itu terpilih lagi, perang dunia ketiga bakal pecah.
Sekjen PBB Antonio Gutteres memperingatkan, risiko penggunaan senjata nuklir saat ini telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak era perang dingin.
Rusia dan Amerika baru saja menggelar uji tembak rudal-rudal balistik antarbenua yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
Konflik Rusia-Ukraina pada dasarnya telah berubah jadi peperangan antara Rusia di satu sisi, dan kekuatan besar NATO yang menggunakan Ukraina sebagai proksinya.
Meningkatnya level pertempuran ditandai keputusan Prancis, Jerman, dan diam-diam Washington, yang menyetujui penggunaan rudal jarak jauh NATO untuk menggempur target Rusia.
Keputusan ini memberi kesempatan Ukraina meluncurkan rudal-rudal jarak menengah dan jauh yang dikirim Amerika, Inggris, Prancis, Belanda, Belgia, Norwegia, dan menaikkan tensi permusuhan.
Rudal-rudal itu tentu saja tidak mungkin dikendalikan Ukraina sendirian. Di sinilah sesungguhnya bukti menunjukkan NATO telah terlibat langsung konflik Ukraina.
Rudal-rudal presisi itu hanya bisa diluncurkan menggunakan peranti elektronik, yang tidak dimiliki Ukraina. Lalu siapa yang mengontrol?
Tentu saja hanya pasukan NATO yang bisa mengendalikan, mengirim data elektronik, sekaligus sistem pemandu rudalnya.
Tombol peluncuran bisa saja ditekan pihak Ukraina, selebihnya sistem hanya bisa dioperasikan elemen-elemen resmi militer NATO.
Mereka bisa memandu dari luar Ukraina. Misalnya terdekat dari Polandia yang anggota NATO, atau unsur-unsur NATO lah yang masuk dan beroperasi di dalam wilayah Ukraina.
Moskow meyakini keduanya sudah terjadi. NATO aktif terlibat perang di luar maupun dari dalam wilayah Ukraina.
Emannuel Macron pulalah tokoh Uni Eropa yang resmi mengajak pengiriman tentara Eropa berperang langsung di Ukraina.
Tentara regular Prancis pun sudah masuk Ukraina, jadi operator sistem senjata, instruktur dan pelatih militer di berbagai front.
Paris sebelumnya juga telah mengirimkan Legiun Asing, tentara semi bayaran yang bekerja untuk Prancis, dan personilnya terdiri warga beragam negara.
Rencana terbaru Presiden Prancis Emannuel Macron, ia berjanji mengirimkan jet tempur Mirage 2000 seri 5 ke Ukraina.
Tanpa penyesalan, Macron menyebut pengiriman senjata modern dan peran Prancis melatih ribuan tentara Ukraina bukanlah langkah menaikkan level konflik.
Peningkatan tensi konflik, perubahan sikap Eropa dan NATO ini tidak terlepas dari kemajuan strategis yang dicapai militer Rusia di berbagai front.
Sebaliknya, militer Ukraina yang sudah mendapatkan bantuan triliunan dari barat, semakin melemah perlawanannya.
Ditambah upaya paksa rekrutmen baru tenaga militer untuk memulihkan kekuatan tempur, mendapat penentangan rakyat Ukraina.
Bagi Vladimir Putin, segala usaha NATO untuk menaikkan skala konflik, tidak akan mengubah apapun di Ukraina.
Putin menegingatkan, konflik terbuka dengan Rusia bukan dipicu operasi militer khusus Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari 2022.
Perang telah dimulai sejak 2014, ketika terjadi Revolusi Maidan yang mendongkel pemerintahan Ukraina yang sah.
Pergantian rezim di Kiev itu diikuti persekusi dan serangan bersenjata pasukan Kiev dan paramiliter ultranasionalis ke wilayah Luganks dan Donetsk.
Penduduk kedua wilayah ini pengguna aktif bahasa dan kultur Rusia. Mereka menentang rezim baru Kiev yang condong ke barat.
Bombardemen selama delapan tahun Kiev ke wilayah Donbas memaksa penduduk setempat memilih bergabung ke Federasi Rusia lewat referendum.
Setelah penggabungan itu, Rusia memiliki alasan sah untuk masuk Ukraina, membuat wilayah perlindungan yang cukup lebar dengan merebut Donbas.
Alasan lain Rusia, mereka ingin memastikan Ukraina tidak jadi anggota NATO dan Uni Eropa.
Jika pun terjadi, Rusia ingin menjadikan wilayah lebar dan luas sepanjang perbatasan Rusia-Ukraina sebagai perlindungan supaya NATO tidak tepat berada di depan halaman rumah mereka.
Vladimir Putin memastikan tujuan Rusia hanya sampai di titik ini, dan tidak akan terus maju mencaplok wilayah Eropa seperti dikhawatirkan Uni Eropa dan NATO.
Karena itu Moskow terbuka untuk negosiasi. Tetapi syaratnya, Moskow harus bisa mempercayai pihak lain dan ditawari kondisi yang sesuai dengan kepentingannya.
Pembicaraan damai menurut Putin, tidak bisa didasarkan pada fantasi, seperti yang kerap diulang Volodymir Zelensky.
Kiev menghendaki Rusia menarik pasukannya dan mengembalikan wilayah Ukraina seperti sebelum 2014, atau sekurangnya sebelum 24 Februari 2022.
Zelensky juga menuntut pembangunan kembali infrastruktur Ukraina oleh Rusia, sekaligus meminta peradilan kejahatan perang terhadap para pemimpin Rusia.
Inilah yang disindir Vladimir Putin sebagai fantasi Ukraina, yang didukung para bekingnya di NATO.
Terlebih di mata Rusia, kekuasaan Volodymir Zelensky sudah berkahir pada 20 Mei 2024. Kekuasaannya saat ini tidak sah secara konstitusional.
Tentang kepercayaan pihak lain, Vladimir Putin mengacu pengakuan Angela Merkel dan Francois Hollande, mantan pemimpin Jerman dan Prancis tentang Kesepakatan Minsk 2014.
Jerman dan Prancis menjadi penjamin atau garantor penyelesaian konflik Donbass. Tidak banyak yang mereka lakukan, dan ternyata barat hanya mengulur waktu.
Tidak ada arah menuju perdamaian. Kesempatan itu digunakan NATO untuk mempersenjatai dan meningkatkan kapasitas militer Ukraina.
Inilah yang dibaca Rusia, dan yang dimaksud Vladimir Putin sebagai rasa saling percaya yang sudah hilang dari pihak barat.
Sepeninggal Angela Merkel, perubahan besar terjadi di Jerman. Dulu Berlin adalah mitra dekat Moskow. Industri Jerman yang terkuat di Eropa sangat terbantu minyak dan gas Rusia.
Kini, di tangan Kanselir Olaf Scholz, Jerman tengah mengubah postur militernya yang pasif, menjadi kekuatan progresif yang harus siap menghadapi perang besar pada 2029.
Inilah realitas yang menjauhkan dari skema perdamaian Rusia-Ukraina, dan atau Rusia-NATO, hingga detik ini.
Rusia berulangkali menegaskan sikapnya siap duduk di meja perundingan, sebaliknya Ukraina semakin menjauh dari cara ini.
Sponsor Ukraina di barat, para politisi penganjur perang, industrialis militer, kelompok antiRusia memilih terus memasok senjata ke Kiev.
Artinya, minyak peperangan terus dipompa, dan tidak ada pilihan lain bagi Rusia kecuali terus melanjutkan misinya melumpuhkan Ukkraina.
Vladimir Putin sudah menjanjikan kemenangan, melawan Ukraina dan tentu saja lebih besar lagi, menang melawan hegemoni NATO dan kekuatan barat.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)