Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Dari Pak Raden, Salam untuk Jokowi dan Bu Mega!

Pria tua kelahiran 1942 itu hanyalah buruh lepas. Saya mengenal beliau, sejak tahun 2004, sebagai loyalis tulen Bung Karno.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Dari Pak Raden, Salam untuk Jokowi dan Bu Mega!
Ist
Namanya Dismat. Biasa disapa ‘Pak Raden’. Ia bukan politisi. Bukan pula pejabat. Pria tua kelahiran 1942 itu hanyalah buruh lepas. Ia adalah loyalis tulen Bung Karno. 

Oleh: Boni Hargens, Analis Politik; Pendiri Lembaga Pemilih Indonesia (LPI)

TRIBUNNERS - Namanya Dismat. Biasa disapa ‘Pak Raden’. Ia bukan politisi. Bukan pula pejabat.

Pria tua kelahiran 1942 itu hanyalah buruh lepas. Tinggalnya di sebuah gang sempit di daerah Cipinang, Jakarta. Saya mengenal beliau, sejak tahun 2004, sebagai loyalis tulen Bung Karno.

Ia mencintai Ibu Megawati Soekarnoputri tanpa syarat apapun karena ia mengenal dan mencintai Bung Karno.

Hampir tidak ada diskusi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) yang terlewatkan oleh Pak Raden sejak lembaga kami berdiri tahun 2008.

Pada suatu malam, kami berbincang di sudut kontrakannya. “Ketika mendukung Jokowi tahun 2014, saya bersepeda mengelilingi Jakarta sambil membawa bendera Merah Putih dan bendera PDIP," ujar Pak Raden.

“Tolong sampaikan salam hormat saya pada Pak Jokowi dan Ibu Mega ya”. Ia mengucapkan kalimat itu dengan tegas. Lalu, ia tutup dengan permintaan.

BERITA REKOMENDASI

“Kalau saya mati nanti, tolong balut mayat saya dengan bendera PDIP dan tutup peti saya dengan bendera Merah Putih”.

Saya tidak menduga itu adalah obrolan terakhir. Pagi hari, 8 Juli 2024, Pak Raden menghembuskan nafas terakhirnya.

Bagi saya, Pak Raden adalah tokoh besar. Ia tahu, di Pilpres Februari 2024 lalu, Pak Jokowi dan Bu Mega berbeda jalan.

Namun, ia tetap mencintai keduanya secara sama. Apakah Pak Raden ingin kedua tokoh besar ini selalu akur dan jalan beriringan demi Indonesia?

Pak Raden sudah pergi. Ia tak mampu lagi menjawab. Tapi, spiritnya adalah kerinduan banyak hati.

Di saat Indonesia berjalan menuju era emas 2045, betapa indahnya perjalanan itu bila kaum negarawan melangkah seirama, mengabaikan diri dan mengutamakan negeri.

Pak Raden telah membuktikan dirinya, setidaknya bagi saya, bahwa pilihan menjadi Indonesia adalah pilihan total dan sadar untuk mencintai satu sama lain tanpa embel-embel, tanpa tedeng aling-aling.

Selama kita adalah Indonesia, kita adalah saudara. “Kita harus saling menghormati sebagai saudara. Itulah Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno”.

Begitu jawab Pak Raden ketika saya bertanya kenapa ia begitu membenci kaum intoleran yang menabur kebencian atas nama agama.

Meski sudah pergi, Pak Raden selalu hidup dalam setiap komitmen kita untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Siapapun yang mencintai negeri ini tanpa syarat adalah bagian dari keluarga Pak Raden. Dalam sepi dan miskin, ia setia mencintai negerinya.

Meski ia hanya buruh lepas, ia telah membuktikan satu hal: mencintai Indonesia adalah keniscayaan moral bukan tindakan politik untuk embel-embel pangkat. Semoga Bu Mega dan Pak Jokowi membaca kisahmu. Selamat jalan, pejuang! Beristirahatlah dalam damai!

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas