Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Antara Keberhasilan Program KB dan Menjaga Regenerasi
Kebijakan pemerintah meluncurkan program KB sejak tahun 1970-an dinilai telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Editor: Content Writer
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, sepanjang 2010-2020, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen, menurun cukup tajam dibandingkan periode 1971-1980 yang sebesar 2,31 persen. Bahkan, laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2024 ini “hanya” 1,11 persen, persentase ini menurun 0,2 persen dari tahun 2023
Banyak faktor yang pada akhirnya mempengaruhi penurunan laju penurunan penduduk di Indonesia. Salah satunya adalah penurunan angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia.
Diketahui, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020, angka TFR di Indonesia sudah mendekati angka standar 2,1.
Angka rujukan tersebut merupakan angka capaian ideal bagi seluruh negara yang kemudian disebut dengan istilah Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS). Jika TFR berada di bawah angka 2,1, maka penduduk cenderung akan mengalami penurunan jumlah. Namun jika TFR lebih dari 2,1, maka akan terjadi pertumbuhan penduduk.
TFR sendiri merupakan indikator penting yang mencerminkan rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa reproduksinya. Nilai TFR menjadi acuan strategis untuk menilai efektivitas program KB dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di suatu negara.
Baca juga: Kemenpora dan BKKBN Sinkronkan Program Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kepemudaan 2021-2024
Penurunan TFR, juga berperan penting dalam mencegah terjadinya ledakan kelahiran (babyboom) di masa pandemi Covid-19. Pandemi ini telah memicu kekhawatiran bersama akan lonjakan angka kelahiran akibat penurunan penggunaan alat kontrasepsi dan keterbatasan layanan kesehatan.
Meskipun demikian, tentu ada disparitas angka kelahiran (TFR) di berbagai daerah di Indonesia. Pembangunan dan akses informasi yang belum merata menjadi salah satu pangkalnya.
Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (29/06/2024), dr. Hasto memaparkan, “Di Jawa (TFR) sudah 2,00 sekian ya. Di Jabar sudah 2,00 sekian. Sementara di Jawa Tengah 2,04, di DIY 1,9, di DKI 1,89. Jadi, pembangunan yang sifatnya asimetris harus disikapi bersama."
"Ada wilayah lain seperti NTT dan Papua yang anaknya masih banyak. Tapi di daerah Jawa rendah sekali," ungkapnya.
Ditambahkan Dokter Hasto, untuk itulah BKKBN berkomitmen untuk merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing wilayah.
jHal ini dilakukan demi menjaga keseimbangan dan mencapai angka kelahiran ideal di seluruh wilayah Indonesia.
Lantas, apa pentingnya mempertahankan TFR di Indonesia jangan sampai lebih dari 2,1 dan anjuran rata-rata keluarga memiliki satu anak perempuan?
● Perencanaan Keluarga, TFR = 2,1 & NRR = 1
Fertilitas cenderung berkorelasi terbalik dengan tingkat pembangunan ekonomi. Secara historis, wilayah maju memiliki tingkat fertilitas yang jauh lebih rendah, yang umumnya berkorelasi dengan kekayaan, pendidikan, tekhnologi, arus informasi, dan faktor-faktor lain yang lebih besar.