Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
28 Tahun Kudatuli: Merawat Elan Kejuangan Ibu Megawati
Kudatuli berawal dari upaya pengambilalihan secara paksa Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng.
Editor: Hasanudin Aco
Dua tahun kemudian lahirlah gerakan Reformasi yang dimotori mahasiswa. Aksi-aksi demonstrasi pun digelar di mana-mana.
Terutama di Jakarta. Lalu terjadilah tragedi Trisakti serta Semanggi I dan Semanggi II berupa penembakan terhadap demonstran oleh aparat keamanan yang menimbulkan kematian korban. Akhirnya tumbanglah Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.
Wakil Presiden BJ Habibie kemudian naik menjadi Presiden menggantikan Soeharto. Mandat utama buat Habibie adalah menggelar pemilu secepatnya.
Tiga bulan menjelang Pemilu 1999 atau tepatnya 15 Februari 1999, PDI bermetamorfosis menjadi PDI Perjuangan dan berhasil keluar sebagai pemenang Pemilu 1999, pemilu perdana di era Reformasi.
Ironisnya, yang terpilih menjadi Presiden adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang bukan pemenang pemilu.
Bukan pula "runner up".
Bukan pula juara tiga. PKB hanya juara empat setelah Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemenangan Gus Dur terjadi akibat rekayasa Poros Tengah.
Sebagai negarawan sekaligus sosok yang taat asas, Ibu Megawati pun legawa menerimanya. Bahkan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, beliau bersedia menjadi Wakil Presiden.
Tapi akhirnya hak yang sempat melayang itu kembali ke putri Proklamator RI Bung Karno itu.
MPR yang sama dan dengan ketua yang sama melengserkan Gus Dur pada 23 Juli 2001. Lalu naiklah Ibu Megawati menjadi Presiden menggantikan Gus Dur.
Kursi Wapres ditempati Hamzah Haz yang menang dalam pemungutan suara di MPR. Pesan moralnya, kalau memang sudah haknya, maka tak akan ke mana.
Pada Pemilu 2004 dan 2009, PDIP seakan kehilangan tongkat sehingga kalah. Lalu bangkit lagi dan menang bahkan sampai "hattrick" atau tiga kali berturut-turut pada Pemilu 2014, 2019, dan 2024.
Lalu apa kunci kemenangan bahkan sampai "hattrick" itu? Ternyata adalah menjaga dan merawat elan atau semangat kejuangan seperti yang telah dicontohkan Ibu Megawati saat melawan rezim Orde Baru.
Yakni, taat asas serta setia kepada rakyat dan cita-cita. Jangan pernah melukai rakyat, apalagi rakyat kecil atau "wong cilik" yang merupakan mayoritas konstituen PDIP.