Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pemikiran Ekonomi Islam Abu Ubayd Masih Relevan dengan Konsep Ekonomi Saat Ini

Filosofis ekonomi Indonesia yang hampir sama dengan konsep keadilan menurut Abu Ubayd dapat dilihat dalam isi Undang-Undang Dasar 1945

Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Pemikiran Ekonomi Islam Abu Ubayd Masih Relevan dengan Konsep Ekonomi Saat Ini
net
Pemikiran ekonomi Islam dari pemikir Abu Ubayd masih relevan dengan konsep ekonomi saat ini 

Oleh : Muhamad Haris
Mahasiswa S2 Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia

Pandangan Abu Ubayd merupakan perintis awal bagi khazanah ilmu ekonomi Islam mengenai kajian kebijakan publik dan perdagangan internasional di masa awal Islam, tepatnya pada masa dinasti Abbasiyah.

Abu Ubayd yang bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid al-Harawi al-Azadi al-Baghdadi lahir di Kota Herat, Wilayah Khurasan (saat ini berada di sebelah Barat Laut Negara Afghanistan) pada tahun 157 Hijriah atau tahun 774 Masehi. Ayahnya bernama Salam yang merupakan budak Romawi yang tinggal dengan penduduk Kota Herat dan ia bekerja sebagai pembawa barang. 

Sejak kecil, orang tua Abu Ubayd selalu mengantarkannya kepada ulama-ulama yang hidup pada zamannya untuk belajar ilmu pengetahuan. Ayahnya berkata kepada seorang ulama ketika menitipkan Abu Ubayd, "Ajarilah Al-qasim, sebab dia adalah anak yang cerdas.“ 

Dalam usia yang masih kanak-kanak, Al-qasim telah dididik dan ditempa untuk menimba ilmu pengetahuan. Perjalanan keilmuan Abu Ubayd di usia 20 tahun, dilakukan dengan merantau ke berbagai kota seperti Kufah, Basrah dan Baghdad untuk menuntut berbagai ilmu seperti ilmu Nahwu, Sharaf, Qira'ah, Tafsir, Hadits dan Fiqih. 

Guru-guru Abu Ubayd muda pun merupakan guru yang masyhur di bidangnya. Contohnya, untuk ilmu fikih beliau langsung berguru kepada Al-Imam Asy Syafi’i, Qadhi Abu Yusuf dan Muhammad Hasan Asy Syaibani (dua nama terakhir merupakan murid dari Al-Imam Abu Hanifah).

Pada tahun 192 H, Gubernur Thughur Thabit ibn Nasr ibn Malik yang memimpin pada masa Pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid mengangkat Abu Ubayd sebagai qadi (hakim) di Tarsus hingga tahun 210 H. Kiprahnya selama menjabat qadi di Tarsus sangat luar biasa. Ia memiliki kinerja yang sangat baik, hal itu dibuktikan dengan kemampuannya dalam menangani berbagai kasus pertanahan dan perpajakan yang cukup rumit.

Berita Rekomendasi

Pengorbanan beliau untuk memperjuangkan ilmu pengetahuan dan sikap keulamaannya telah berhasil menuai kebaikan berupa perhatian dan pemeliharaan negara terhadap ilmu pengetahuan. Pada tahun 223 Hijriah, Abu Ubayd melakukan perjalanan haji ke Mekah dan akhirnya menetap disana. Pada tahun 224 Hijriah atau tahun 838 Masehi dia wafat dan dimakamkan di rumah Ja'far bin Abu Thalib (anak dari paman Nabi Muhammad SAW, Abu Thalib).

Abu Ubayd adalah seseorang yang telah menuntut ilmu dari para ulama Kufah dan Basrah, tetapi sikapnya memiliki keunikan yaitu sikap tidak fanatik terhadap ulama Kufah dan ulama Basrah. Pandangan Abu Ubayd memajukan penguasaan pendidikan Islam yang ditegakkan secara komprehensif dan religius untuk menghadapi eksistensi manusia di dunia dan akhirat, baik secara individu maupun sosial. Buah pemikirannya dituangkan melalui karyanya yang bermacam-macam di bidang keilmuan, seperti hadits, fiqih, sastra, ekonomi dan lainnya. Karyanya berupa kitab yang paling termasyur adalah kitab al-Amwal (harta) dalam bidang fikih, yaitu kitab yang membahas mengenai pengelolan keuangan publik (Public Finance). 

Kitab Al-Amwal yang pembahasannya lebih luas, pembahasannya mayoritas membahas permasalahan administrasi Pemerintahan. Kitab ini menekankan beberapa isu mengenai perpajakan, hukum, serta hukum administrasi dan hukum internasional dan memberi informasi yang sangat penting mengenai kesuksesan Pemerintah dalam meregulasikan berbagai kebijakan, seperti keberhasilan Khalifah Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz dalam membangun sistem perpajakan yang Islami serta memberi kemaslahatan sosial.

Pemikiran Abu Ubayd memberikan pengaruh dalam perkembangan ekonomi Islam.

Pertama, pengaruhnya terhadap tokoh pemikir klasik dapat dilihat pada ulama setelahnya mulai banyak yang menggunakan nama judul kitab yang sama, yaitu al-Amwal pada kitab keuangan publik, yang mana sebelumnya lebih banyak menggunakan judul al-Kharaj. Kedua, pengaruhnya terhadap tokoh ekonomi barat, yaitu bahkan Adam Smith yang merupakan tokoh Ekonomi Barat dalam karyanya The Wealth of Nation diindikasikan banyak merujuk dari pemikiran Abu Ubayd, terutama mengenai judul buku The Wealth of Nation dan Al-Amwal tersebut mempunyai kemiripan makna, yaitu harta atau kekayaan. 

Dan ketiga, pengaruhnya terhadap ekonomi saat ini yaitu tidak sedikit dari para ekonom melakukan kajian-kajian mengenai pemikiran dan konsep ekonomi dari Abu Ubayd. Salah satunya adalah mengenai tentang hukum perdagangan internasional, yaitu ekspor dan impor serta pemikiran mengenai fungsi uang.

Abu Ubayd dikenal dengan pemikiran ekonomi Islamnya.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas