Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Misi Presiden Prabowo vs Tangan Kotor Rusia di Afrika
Negara-negara besar menempatkan Afrika sebagai pusat investasi masa depan dan saling sikut terjadi demi Afrika
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Algooth Putranto, penyuka Isu Politik dan Ekonomi
PADA Juni 2024, secara mengejutkan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam opininya di majalah berita mingguan Amerika, Newsweek, dengan judul 'The Road Ahead for Indonesia-One of the Fastest Growing Economies in Asia' memberikan perhatian kepada Afrika.
Dalam tulisannya Prabowo berkomitmen akan ada fokus khusus pada Afrika. Dia yakin Afrika memiliki banyak peluang untuk dikembangkan secara bersama. Lalu kenapa Afrika? Tempat kemiskinan dan konflik seperti tak bosan mencengkam.
Prabowo sebagai mantan tentara yang doyan baca tentu sadar bahwa Afrika mendapat perhatian global, rebutan malah.
Negara-negara besar menempatkan Afrika sebagai pusat investasi masa depan. Saling sikut, baik kasat mata maupun tak kasat mata terjadi demi Afrika.
Tidak bisa dibantah, Afrika secara alami punya sumber daya alam dan kekayaan bawah tanah yang melimpah. Selain itu, keterbelakangan ekonomi yang membelenggu--jika berhasil diatasi adalah potensi pasar besar di masa depan.
Dengan jumlah penduduk saat ini sebesar 1,4 miliar jiwa, Afrika diperkirakan akan menyumbang 39 persen populasi global pada 2100, mencapai 4,4 miliar jiwa! Dengan pendapatan per kapita saat ini di kisaran U$2.500, maka dengan kestabilan dan pembangunan yang dilakukan pada 2025-2035 bisa mencapai rata-rata US$4.400.
Jika sesuai rencana, pendapatan per kapita akan naik akan mencapai US$11.200 pada 2046-2055, kemudian menjadi US$17.200 pada 2056-2065 dan menjelang tahun 2100, akan melonjak menjadi $20.000.
Baca juga: Presiden Prabowo: Indonesia Siap Berkontribusi pada Terciptanya Dunia yang Bebas dari Konflik
Saat ini, Asia memang masih menguasai segmen konsumsi berpendapatan tinggi sehingga status Afrika sebagai negara berpendapatan menengah akan mendorong permintaan konsumsi yang signifikan dan meningkatkan kualitas hidup.
Ini artinya, Afrika adalah potensi pasar yang besar bagi industri global seperti otomotif, peralatan rumah tangga, furnitur, dan pakaian jadi. Jadi sudah pahamkan kenapa Prabowo memberikan perhatian khusus bagi Afrika.
Tak bisa dibantah, Afrika adalah pemasok mineral penting dan unsur tanah jarang yang jadi modal penting industri. Saat ini 60% pasokan kobalt dunia berasal dari Afrika, 17% pasokan uranium, 37% permintaan global krom (kromit), 23% pasokan mangan, dan memenuhi 25% permintaan fosfat.
Selain itu, Afrika adalah pemasok 3% hingga 7?rbagai mineral dunia termasuk 18% pasokan emas dunia, dengan memiliki 37?dangan emas dunia dan memasok 49?rlian global dan 53?dangan berlian.
Dari sisi potensi lahan, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mencatat hampir separuh lahan subur untuk pertanian di dunia, 45%, berada di Afrika dengan 60% lahan belum dimanfaatkan yang cocok untuk pertanian dalam skala global.
Seiring dengan pertumbuhan populasi Asia menjadi 5,3 miliar pada tahun 2060 dan menjadi 4,9 miliar pada tahun 2100, Afrika adalah benua yang sangat diperlukan untuk menjamin ketahanan pasokan pangan dunia. Nah jadi lebih paham kan mengapa Afrika kini penting?!
Tangan Kotor Rusia
Melihat potensi itu, wajar jika kemudian Rusia usai invasi ke Ukraina yang tak stagnan semakin fokus ke Afrika, di tengah melemahnya perhatian Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
Salah satu alat Kremlin adalah pertemuan tingkat menteri pertama Forum Kemitraan Rusia-Afrika, yang akan diadakan pada 9-10 November di Wilayah Federal Sirius (Krasnodar Krai, Rusia)--dulu lebih dikenal sebagai Sochi, tempat Olimpiade Musim Dingin 2014 digelar.
Forum Kemitraan Rusia-Afrika diklaim sebagai ajang untuk memperkuat kerja sama komprehensif antara Rusia dan negara-negara Afrika, tapi jangan lupa ada kekerasan, pembunuhan, perampokan, kudeta, kediktatoran yang diciptakan dan dipelihara Rusia di benua itu.
Moskow tak bisa membantah intervensi mereka di Libya, Sudan, Mali, Republik Afrika Tengah, Niger, Burkina Faso, dan Mozambik faktanya berujung meningkatnya konflik antarnegara, etnis, dan agama, yang berujung pada destabilisasi negara dan kekacauan.
Tindakan Moskow menyebabkan perang dan kelaparan, meningkatkan ketidakstabilan politik dan kelemahan lembaga-lembaga negara di Afrika, memperburuk situasi lingkungan dan meningkatkan ketergantungan teknologi pada Rusia.
Metode yang digunakan Rusia untuk menguasai negara-negara Afrika sepenuhnya bersifat imperialistik dan secara teratur membangun hubungan dengan para pemimpin otoriter di negara-negara Afrika termasuk dengan pasokan senjata yang memastikan posisi para diktator yang menindas oposisi dan melanggar hak asasi manusia.
Baca juga: Simposium Permira: Wujudkan Kerja Sama Pemuda Indonesia-Rusia
Bagi negara paria mana pun, sarang permasalahan seperti ini adalah peluang untuk mencapai tujuannya. Kremlin tidak peduli dengan dampaknya terhadap negara-negara Afrika yang tak stabil. Demi mencuci tangan, kerap intervensi dilakukan memakai proxy perusahaan militer swasta.
Selain secara aktif terlibat dalam penguasaan sumber daya alam di benua Afrika, Rusia juga berupaya mengendalikan rantai logistik yang tidak terputus dari Samudra Hindia hingga Samudra Atlantik.
Hal lain yang tidak diabaikan, mengapa Rusia mencengkam Afrika? Tentu saja untuk mengontrol proses pemungutan suara negara-negara Afrika di PBB mengenai resolusi invasi Rusia ke Ukraina. Secara statistik, Afrika merupakan 25 % negara anggota PBB.
Secara sederhana, ketika mayoritas anggota PBB termasuk Indonesia memilih bersikap netral pada invasi Rusia ke Ukraina, maka berkat suara Afrika yang dikendalikan--jumlah negara yang mendukung Rusia dan jumlah negara yang mengutuknya kurang lebih sama.
Ironisnya, pemimpin negara-negara Afrika yang mendukung Rusia menafikan fakta invasi ke Ukraina pada tahun 2022 yang menyebabkan penurunan pasokan gandum Ukraina dan kenaikan harga gandum di pasar dunia, yang menciptakan kelaparan rakyat mereka.
Pertanyaannya, apakah Presiden Prabowo sadar dengan tantangan besar di depan mata ini? Mengingat tanpa kestabilan politik jangka panjang di Afrika, akan menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mencapai tujuan bersama bernama kesejahteraan bersama yang diharapkan.
Algooth Putranto
Penyuka Isu Politik dan Ekonomi
Pada Juni 2024, secara mengejutkan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam opininya di majalah berita mingguan Amerika, Newsweek, dengan judul 'The Road Ahead for Indonesia-One of the Fastest Growing Economies in Asia' memberikan perhatian kepada Afrika.
Dalam tulisannya Prabowo berkomitmen akan ada fokus khusus pada Afrika. Dia yakin Afrika memiliki banyak peluang untuk dikembangkan secara bersama. Lalu kenapa Afrika? Tempat kemiskinan dan konflik seperti tak bosan mencengkam.
Prabowo sebagai mantan tentara yang doyan baca tentu sadar bahwa Afrika mendapat perhatian global, rebutan malah. Negara-negara besar menempatkan Afrika sebagai pusat investasi masa depan. Saling sikut, baik kasat mata maupun tak kasat mata terjadi demi Afrika.
Tidak bisa dibantah, Afrika secara alami punya sumber daya alam dan kekayaan bawah tanah yang melimpah. Selain itu, keterbelakangan ekonomi yang membelenggu--jika berhasil diatasi adalah potensi pasar besar di masa depan.
Dengan jumlah penduduk saat ini sebesar 1,4 miliar jiwa, Afrika diperkirakan akan menyumbang 39% populasi global pada 2100, mencapai 4,4 miliar jiwa! Dengan pendapatan per kapita saat ini di kisaran U$2.500, maka dengan kestabilan dan pembangunan yang dilakukan pada 2025-2035 bisa mencapai rata-rata US$4.400.
Jika sesuai rencana, pendapatan per kapita akan naik akan mencapai US$11.200 pada 2046-2055, kemudian menjadi US$17.200 pada 2056-2065 dan menjelang tahun 2100, akan melonjak menjadi $20.000.
Saat ini, Asia memang masih menguasai segmen konsumsi berpendapatan tinggi sehingga status Afrika sebagai negara berpendapatan menengah akan mendorong permintaan konsumsi yang signifikan dan meningkatkan kualitas hidup.
Ini artinya, Afrika adalah potensi pasar yang besar bagi industri global seperti otomotif, peralatan rumah tangga, furnitur, dan pakaian jadi. Jadi sudah pahamkan kenapa Prabowo memberikan perhatian khusus bagi Afrika.
Tak bisa dibantah, Afrika adalah pemasok mineral penting dan unsur tanah jarang yang jadi modal penting industri. Saat ini 60% pasokan kobalt dunia berasal dari Afrika, 17% pasokan uranium, 37% permintaan global krom (kromit), 23% pasokan mangan, dan memenuhi 25% permintaan fosfat.
Selain itu, Afrika adalah pemasok 3% hingga 7?rbagai mineral dunia termasuk 18% pasokan emas dunia, dengan memiliki 37?dangan emas dunia dan memasok 49?rlian global dan 53?dangan berlian.
Dari sisi potensi lahan, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mencatat hampir separuh lahan subur untuk pertanian di dunia, 45%, berada di Afrika dengan 60% lahan belum dimanfaatkan yang cocok untuk pertanian dalam skala global.
Seiring dengan pertumbuhan populasi Asia menjadi 5,3 miliar pada tahun 2060 dan menjadi 4,9 miliar pada tahun 2100, Afrika adalah benua yang sangat diperlukan untuk menjamin ketahanan pasokan pangan dunia. Nah jadi lebih paham kan mengapa Afrika kini penting?!
Tangan Kotor Rusia
Melihat potensi itu, wajar jika kemudian Rusia usai invasi ke Ukraina yang tak stagnan semakin fokus ke Afrika, di tengah melemahnya perhatian Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
Salah satu alat Kremlin adalah pertemuan tingkat menteri pertama Forum Kemitraan Rusia-Afrika, yang akan diadakan pada 9-10 November di Wilayah Federal Sirius (Krasnodar Krai, Rusia)--dulu lebih dikenal sebagai Sochi, tempat Olimpiade Musim Dingin 2014 digelar.
Forum Kemitraan Rusia-Afrika diklaim sebagai ajang untuk memperkuat kerja sama komprehensif antara Rusia dan negara-negara Afrika, tapi jangan lupa ada kekerasan, pembunuhan, perampokan, kudeta, kediktatoran yang diciptakan dan dipelihara Rusia di benua itu.
Moskow tak bisa membantah intervensi mereka di Libya, Sudan, Mali, Republik Afrika Tengah, Niger, Burkina Faso, dan Mozambik faktanya berujung meningkatnya konflik antarnegara, etnis, dan agama, yang berujung pada destabilisasi negara dan kekacauan.
Tindakan Moskow menyebabkan perang dan kelaparan, meningkatkan ketidakstabilan politik dan kelemahan lembaga-lembaga negara di Afrika, memperburuk situasi lingkungan dan meningkatkan ketergantungan teknologi pada Rusia.
Metode yang digunakan Rusia untuk menguasai negara-negara Afrika sepenuhnya bersifat imperialistik dan secara teratur membangun hubungan dengan para pemimpin otoriter di negara-negara Afrika termasuk dengan pasokan senjata yang memastikan posisi para diktator yang menindas oposisi dan melanggar hak asasi manusia.
Bagi negara paria mana pun, sarang permasalahan seperti ini adalah peluang untuk mencapai tujuannya. Kremlin tidak peduli dengan dampaknya terhadap negara-negara Afrika yang tak stabil. Demi mencuci tangan, kerap intervensi dilakukan memakai proxy perusahaan militer swasta.
Selain secara aktif terlibat dalam penguasaan sumber daya alam di benua Afrika, Rusia juga berupaya mengendalikan rantai logistik yang tidak terputus dari Samudra Hindia hingga Samudra Atlantik.
Hal lain yang tidak diabaikan, mengapa Rusia mencengkam Afrika? Tentu saja untuk mengontrol proses pemungutan suara negara-negara Afrika di PBB mengenai resolusi invasi Rusia ke Ukraina. Secara statistik, Afrika merupakan 25 % negara anggota PBB.
Secara sederhana, ketika mayoritas anggota PBB termasuk Indonesia memilih bersikap netral pada invasi Rusia ke Ukraina, maka berkat suara Afrika yang dikendalikan--jumlah negara yang mendukung Rusia dan jumlah negara yang mengutuknya kurang lebih sama.
Ironisnya, pemimpin negara-negara Afrika yang mendukung Rusia menafikan fakta invasi ke Ukraina pada tahun 2022 yang menyebabkan penurunan pasokan gandum Ukraina dan kenaikan harga gandum di pasar dunia, yang menciptakan kelaparan rakyat mereka.
Pertanyaannya, apakah Presiden Prabowo sadar dengan tantangan besar di depan mata ini? Mengingat tanpa kestabilan politik jangka panjang di Afrika, akan menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mencapai tujuan bersama bernama kesejahteraan bersama yang diharapkan.