Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Desa Selamat yang Tak Selamat dari Serangan Tentara
Diduga penyerangan itu dipicu oleh peristiwa saling ejek di antara oknum TNI dan warga setempat.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
ENTAH siapa yang memberi nama sebuah desa di Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara ini dengan nama "Selamat".
Mungkin sang pemberi nama berharap seluruh warga desa tersebut selalu selamat. Selamanya. Ya, selamanya.
Sampai kemudian hari nahas itu datang, Jumat! Jumat, sang penghulu hari, yang seharusnya menjadi hari keramat yang penuh berkat, ternyata tidak.
Jumat justru menjadi semacam hari kiamat bagi seorang warga desa Selamat bernama Raden Barus (61) yang sekarat dan kemudian "mangkat".
Diberitakan, Raden Barus sekarat dan akhirnya meregang nyawa, sementara 10 orang lainnya luka-luka setelah mendapat serangan dari 33 oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan Kodam I/Bukit Barisan (BB), Sumut, Jumat (8/11/2024).
Diduga, penyerangan itu dipicu oleh peristiwa saling ejek di antara oknum TNI dan warga setempat.
Akibatnya, 1 orang tewas, yakni Raden Barus itu, dan 10 orang lainnya luka-luka.
Panglima Kodam (Pangdam) I/Bukit Barisan Letnan Jenderal Mochammad Hasan sudah minta maaf kepada keluarga korban. Hasan juga menjamin insiden itu tak terulang.
Maaf memang patut diberikan. Sebab serdadu juga manusia. Dan manusia adalah tempatnya salah dan alpa.
Janji insiden tersebut tak terulang juga patut dipegang. Karena janji adalah utang.
Akan tetapi, proses hukum kasus penyerangan itu harus terus berjalan. Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum.
Sesuai prinsip "equality before the law", kesetaraan di muka hukum. Tak ada dikotomi tentara dan sipil.
Masyarakat juga tak boleh terlena akan janji insiden serupa tak akan terulang. Sebab manusia adalah tempatnya salah dan alpa.