Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Paus Fransiskus, Spiritual Seorang Pemimpin

Paus sebut pemimpin yang menjadi mediator akan mendedikasikan diri  mencari berbagai solusi yang memenuhi kebutuhan (segenap unsur) dalam masyarakat

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Paus Fransiskus, Spiritual Seorang Pemimpin
dok pribadi
RP Yosafat Ivo Sinaga OFMCap, Pemerhati Kerukunan 

Paus Fransiskus juga menyerukan agar gereja lebih memperhatikan kesalehan. Ia mengatakan, Gereja Katolik harus mengadakan perubahan dan memperingatkan adanya risiko akan menjadi organisasi kemanusiaan biasa, jika kehilangan jati dirinya.

"Hidup ibaratnya jalan setapak. Jika kita berhenti, akibatnya tidak baik," dikatakan Sri Paus. Ia juga menambahkan, "Kita bisa berjalan ke mana saja, kita bisa mendirikan banyak bangunan, tetapi jika kita tidak menyampaikan pesan Yesus Kristus, maka itu adalah sebuah kesalahan. Kita hanya akan menjadi LSM yang murah hati, dan bukan gereja.” Paus sebagai model pemimpin Gereja yang tidak tampil hanya sebagai penjaga dogma, tetapi membuat wajah Gereja ‘ramah’ terhadap semua orang, di samping menggagas reformasi dari dalam tubuh hierarki.

Apa yang dilakukan Paus Fransiskus, menjadi kritik untuk model pemimpin Gereja yang kerap terlalu menjaga image, lalu lupa bahwa umat membutuhkan perhatian lebih dari sekedar pesan moral di mimbar. Umat merindukan pemimpin yang mau merasakan apa yang mereka alami, yang mau menjumpai mereka di rumah-rumah sederhana. (Ucannews.com)

Paus Fransiskus muncul di tengah sejumlah krisis kehidupan menggereja, yang sudah mulai menjauh dari cita-cita membawa keselamatan bagi semua orang, yang dalam konteks praksis, dapat diterjemahkan, merawat kepedulian terhadap mereka yang menjadi korban dari ketidakadilan, juga di tengah pola hidup sejumlah pimpinan Gereja yang tak terlalu memikirkan lagi tugas dasar sebagai gembala.

Kim Danield, direktur Catholic Voices USA, menyatakan, "Paus Fransiskus adalah seseorang yang memiliki kesucian pribadi, dan kerendahatian. Ia adalah seorang cedekiawan, rohaniwan, dan juga memposisikan dirinya sebagai penduduk luar Vatikan." Daniels juga menyatakan bahwa orang-orang beriman boleh tenang karena Paus Fransiskus akan sanggup mengikuti jejang Santo Fansiskus Asisi dalam menjawab panggilan Tuhan untuk "membangun gereja kembali".

Gereja Berdimensi Sosial

Berbicara tentang spiritualitas kepemimpinan tentu kita juga harus membahas Gereja sebagai wadah di mana kepemimpinan itu diwujudkan. Gereja adalah badan yang sedang mengembara bukan hanya di dunia rohani tetapi juga jasmani. Gereja mempunya dua rel yakni dunia dan  religius.

Karena itu Gereja harus keluar dari zona mapan dan amannya. Janganlah tembok yang tinggi itu membuat Gereja semakin terasing dan jangan juga hati yang apatis itu membuat Gereja tidak dikenal dunia”. Gereja yang tidak peduli akan kehidupan sosial umatnya akan ditinggalkan oleh umatnya. 

Berita Rekomendasi

“Menjadi Katolik yang seratus persen dan Warga Negara Indonesia juga seratus persen.” Slogan yang dicetuskah oleh Uskup Soegijapranata yang filmnya diliris beberapa   tahun yang lalu tetap eksis dan relefan sampai sekarang. Bahkan statement yang penuh makna itu banyak diadopsi oleh beberapa organisasi yang bernafaskan Katolik. Status seratus persen Katolik dan Indonesia mau menegaskan bahwa tidak ada pemisahan dari keduanya. Lihatlah sebuah coin atau mata uang logam. Kita bisa membedakan sisi kedua mata coin itu ketika memandangnya namun kita tidak dapat membedakan apalagi memisahkan saat menggunakannya.

Semoga Gereja kita tampil menjadi nabi masa kini yang memberkan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh umat. Problem umat, selain masalah iman tentu jug masalah hidup. Paus mengatakan, bagaimana mungkin umat konsentrasi menghadiri ibadat ketika ia mengalami kelaparan (perutnya kosong) dan ketika pikirannya diliputi kecemasan akan masa depan. Maka mengisi hatinya dengan iman (makanan Rohani) dan mengisi perut mereka dengan makanan (makanan jasmani) harus berjalan serentak. Karena itu Lembaga-lembaga sosial Gereja harus semakin gencar mencari mereka yang miskin dan membuat gerakan kemanusiaan yang membuat mereka bergembira menjalani hidup ini. Semoga

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas