Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menolak Keras Rencana Penghapusan Transjakarta Koridor I
Karakter pelanggan Transjakarta (TJ) itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek social ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya
Editor: Hendra Gunawan
Khawatir saya, pernyataan Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo yang akan menghapuskan layanan TJ Koridor 1 Blok M – Kota itu hanya mendasarkan pada saran dari konsultan atau pakar yang tidak pernh naik angkutan umum sehingga tidak dapat membedakan karakter pelanggan MRT dengan pelanggan TJ, apalagi mengetahui pola perjalanan mereka. Tapi kalau Kadishub atau insan Dishub DKJ mau mempraktekkan satu minggu saja naik Koridor 1 dari Blok M sampai Kota, akan tahu di mana titik-titik pelanggan naik dan di mana titik-titik pelanggan turun, baik pada jam sibuk pagi maupun sore. Yang ternyata tidak cocok untuk dipaksa pindah ke MRT.
Menarik apa yanag menjadi catatan Jusa Permana Ketua MTI Wilayah Jakarta di WAG MTI [13.27, 21/12/2024]. Ia mempertanyakan, apakah efek network besar sudah dianalisis secara benar terhadap rencana penghapusan Koridor 1 tersebut? Kalau tidak, hanya akan menyiksa pelanggan. Ini merupakan kebijakan kanibal kalau bicaranya hanya rebutan 10% pengguna angkutan umum, sementara yang 90% pengguna kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor malah tidak tersentuh oleh kebijakan. Kadishub mestinya focus memindahkan yang 90% pengguna kendaraan pribadi yang sejajar dengan rute MRT.
Menghapuskan Sejarah
Kadishub Syafrin Liputo merupakan salah satu saksi dan sekaligus pelaku Sejarah Pembangunan busway Transjakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Transjakarta (TJ) karena saat pembanguan TJ sedang dirancang, Syafrin merupakan salah satu staf yang aktif terlibat dalam proses Pembangunan tersebut. Sebagai saksi dan pelaku sejarah tentu amat paham bagaimana susahnya perjuangan mewujudkan pembangunan Busway Transjakarta saat itu, sehingga amat ironis bila Pembangunan jalur TJ yang dibangun dengan penuh perjuangan itu kemudian akan dihapus begitu saja dengan alasan yang tidak jelas. Menghapuskan layanan Koridor 1 Blok M – Kota sama saja menghapuskan sejarah pembangunan Busway Transjakarta.
Semestinya Kadishub Syafrin Lupito itu tidak mau menghapuskan layanan Koridor 1, tapi justru membuat kebijakan yang memperlancar layanan TJ agar menjadi pilihan warga untuk melakukan mobilitas warga Jabodetabek dengan cara membuat setiap persimpangan yang ada traffic light di dedikasikan untuk TJ, setiap armada TJ akan melintas lampu selalu warna hijau. Saat ini yang terjadi justru sebaliknya, laju TJ selalu dikalahkan oleh kendaraan pribadi yang akan belok kanan. Katanya Dishub DKI Jakarta telah memasang lebih dari 40 camera cerdas, tapi entah Dimana pasangnya, yang pasti tidak didedikasikan untuk layanan TJ. Saya juga sudah mengusulkan agar sejumlah U turn yang ada di Koridor 1 yang menimbulkan tundaan perjalanan TJ dihapuskan seperti semula, tapi sampai sekarang juga tidak ada tindakan.
Kalau pertimbangan Kadishub Syafrin Liputo akan menghapuskan layanan TJ Koridor 1 dengan alasan mengjindari terjadinya double subsidi, maka tentu tidak rasional pula, karena pelanggan TJ itu berbeda dengan pelanggan MRT, perusahaan yang melayani juga berbeda, dan masing-masing mendapat PSO dari Pemrov DKI Jakarta.
Belajar dari Pengoperasian LRT Jabodebek
Kadishub Syafrin Liputo perlu belajar dari pengoperasian LRT Jabodebek. Sebelum LRT Jabodebek dioperasikan, sempat muncul kekhawatiran bahwa Sebagian potensi pelanggan TJ akan berkurang karena mereka akan pindah ke LRT Jabodebek. Kekhawatiran yang sama sempat saya sampaikan ke temen-temen dari manajeman PT TJ saat LRT dioperasikan tahab awal dan penuh penumpang karena tarifnya masih murah. Tapi ternyata semua kekhawatiran tadi keliru besar, karena yang terjadi justru sebaliknya. Di sejumlah halte TJ yang terintegrasi dengan stasiun LRT justru mengalami peningkatan pelanggan jumlahnya total mencapai di atas 2.000 orang setiap harinya.
Mengapa begitu? Ya karena orang bertransportasi itu memerlukan konektivitas. Oleh karena itulah, yang harus dikawal oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam Pembangunan MRT tahab kedua ini adalah bagaimana agar stasiun-stasiunnya terintegrasi dengan layanan angkutan umum lainnya, termasuk dengan TJ Koridor 1. Kalau yang muncul justru membunuh layanan yang sudah ada, maka berarti tidak muncul pemikiran integrasi layanan antara MRT dengan TJ Koridor 1 maupun lainnnya. Selagi masih ada waktu tiga tahun (2025-2027), berfikirlah bagaimana membangun integrasi layanan MRT dengan TJ dan bagaimana memindahkan pengguna mobil pribadi ke MRT maupun TJ. Jangan sekali-kali berfikir menghapuskan layanan yang terbukti telah memiliki jaringan layanan begitu banyak dan luas, kecuali hanya mencari mudahnya saja.
Sebagai orang yang sejak awal terlibat dalam proses pembangunan busway –bahkan sejak sedang menjadi wacana—sehingga sama dengan Kadishub yang menjadi salah satu saksi dan sekaligus salah satu pelaku sejarah, saya menolak keras penghapusan Koridor 1 dan koridor lainnya kelak bila MRT Lebak Bulus – Ancol telah beroperasi. Saya lebih mendukung pengintegrasian kedua layanan angkutan massal di Jakarta tersebut.
*) Darmaningtyas adalah pengamat transportasi dan aktivis Institut Studi Transportasi (INSTRAN)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.