Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Natal : Kabar Baik di Tengah Kegalauan
Yesus lahir di tengah tekanan kekaisaran Romawi, dengan pajak yang menindas, ketidakadilan sosial, dan jurang yang lebar antara kaya dan miskin
Editor: Eko Sutriyanto
Hari ini, sensus mungkin telah digantikan oleh survei ekonomi global, gini ratio, angka pengangguran, jumlah PHK, tetapi hasilnya serupa. Orang miskin tetap menjadi pihak yang paling menderita. Pajak tinggi semakin membebani mereka. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh mereka yang berkuasa jarang memperhitungkan suara mereka yang paling kecil.
Di Ukraina, perang telah menciptakan jutaan pengungsi yang hidup tanpa kepastian. Di Gaza, blokade membuat rakyat biasa terperangkap dalam kemiskinan dan rasa takut. Di proyek strategis nasional seperti IKN, PIK-2, dan Rempang, penggusuran dari tanah leluhur mengancam. Di banyak negara, ketimpangan ekonomi terus meningkat, dan yang lemah terus tersingkir.
Kabar Gembira di Tengah Kegalauan
Apa artinya, di tengah dunia yang seperti ini, bahwa kabar gembira pertama-tama diberikan kepada para gembala? Gembala adalah kelompok yang sering diabaikan di masyarakat mereka. Mereka hidup di pinggiran, sering dianggap najis secara ritual, dan jauh dari hiruk-pikuk sinagoga serta kekuasaan. Tetapi justru kepada mereka, malaikat berbicara, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat.”
Pesan ini menjadi pernyataan teologis yang radikal: Tuhan memihak mereka yang tersingkir. Natal adalah proklamasi bahwa yang kecil dan lemah tidak dilupakan. Pesan ini tidak hanya menjadi penghiburan, tetapi juga undangan bagi kita semua untuk melihat dunia dengan cara yang berbeda.
Hari ini, para “gembala” ada di mana-mana. Mereka adalah pekerja migran yang meninggalkan rumah untuk mencari penghidupan di negeri asing. Mereka adalah keluarga yang kehilangan tempat tinggal karena perang.
Mereka adalah petani kecil yang terpinggirkan oleh kebijakan agraria yang tidak adil. Mereka adalah yang tergusur dari tanah yang menghidupinya oleh alasan proyek nasional demi kepentingan umum. Kepada mereka, pesan Natal berbunyi: Kamu tidak dilupakan. Tuhan hadir di tengah penderitaanmu.
Baca juga: Tema dan Pesan Natal 2024 KWI-PGI: Refleksi Kesederhanaan-Inklusivitas
Natal Sebagai Praxis Solidaritas
Tetapi pesan ini tidak berhenti pada penghiburan semata. Natal adalah perayaan solidaritas ilahi: Tuhan hadir, bukan sebagai raja yang jauh, tetapi sebagai bayi yang membutuhkan perlindungan. Kehadiran ini mengajarkan kita bahwa iman yang sejati tidak hanya berdiri di menara gading, tetapi turun ke jalanan yang berdebu.
Solidaritas ini menjadi panggilan bagi kita yang merayakan Natal. Kita tidak bisa mengaku percaya pada pesan kelahiran Yesus tanpa turut hadir di tempat-tempat di mana kehidupan manusia direndahkan.
Praxis Natal berarti menjadi suara bagi yang tak bersuara. Ketika kita menyaksikan kejahatan, kita tidak boleh diam. Ketika kita melihat ketidakadilan, kita dipanggil untuk bertindak. Solidaritas ini dapat diwujudkan dalam berbagai cara - melalui advokasi, donasi, atau sekadar hadir untuk mendengarkan.
Namun, solidaritas bukan hanya soal tindakan besar. Ia juga hadir dalam tindakan kecil: mengunjungi mereka yang kesepian, memberi makan kepada yang lapar, atau memeluk mereka yang ketakutan.
Menyalakan Harapan di Dunia yang Gelap
Salah satu simbol paling kuat dari Natal adalah terang lilin yang menyala di malam yang gelap. Lilin itu kecil, tetapi cahayanya dapat mengusir kegelapan. Dalam dunia yang penuh kekerasan dan ketidakadilan, setiap tindakan kasih adalah seperti lilin itu.