Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Darurat Penyelamatan Polri: Urgensi Pengembalian Reputasi Negara Akibat Kasus Pemerasan DWP 2024
Tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia penegakan hukum termasuk Polri telah mengalami penurunan atau bahkan rusak.
Editor: Hasanudin Aco
Aduan ini menyebabkan 18 orang oknum Polri diperiksa dan diamankan. Penanganannya telah diliput di berbagai media, sehingga diharapkan dapat dilakukan secara transparan dan profesional.
Darurat Reformasi Polri
Dorongan perubahan dan perbaikan institusi Polri kembali bergema. Rentetan catatan buruk di beberapa bulan terakhir ini perlu disikapi oleh Pemerintah, jika ingin tetap menjaga citra Pemerintah yang baik dan bersih.
Berbagai kasus yang terjadi seperti penembakan polisi (baik terhadap polisi maupun sipil), backing Polri dalam penambangan ilegal, keterlibatan oknum Polri dalam Narkoba maupun tindak pidana lainnya, matinya tahanan dan berbagai permasalahan lainnya, termasuk represivitas dan arogansi oknum Polri menjadi catatan akhir tahun 2024 untuk Polri.
Catatan ini tentu mengundang urgensi untuk segera mereformasi Polri.
Persoalan yang terjadi di tubuh Polri ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Jangan sampai hanya berlalu begitu saja karena menyebabkan preseden yang buruk bagi citra Polri di masyarakat.
Pemerintah dan Polri harus berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan profesionalitas secara terbuka dan lebih responsif.
Tata kelola organisasi dan Sumber Daya Manusia Polri perlu untuk direformasi sehingga mampu menciptakan sistem yang dapat meningkatkan transparansi dan profesionalitas Polri.
Reformasi ini setidaknya harus mencakup beberapa sektor, seperti dimulai dari rekrutmen hingga pengawasan.
Dalam sisi Rekrutmen, Polri harus mampu menghilangkan budaya suap seperti yang pernah terungkap di beberapa wilayah (seperti kasus Palu dan beberapa aduan di wilayah). Proses rekrutmen harus mampu memfilter para kader yang memiliki integritas dan profesionalitas tinggi, serta mampu bekerja dengan tingkat pengendalian diri (emotional intelligence) yang baik.
Pengawasan dalam sistem rekrutmen dan pendidikan Polri menjadi sangat penting dalam melahirkan anggota yang bermoral dan berintegritas tinggi.
Selanjutnya adalah tata kelola perumusan penempatan dan pengisian jabatan. Seringkali hal ini menjadi permasalahan karena sangat berdampak pada “penghasilan” tertentu atau gelap.
Seolah ada wilayah-wilayah yang “basah” atau berpenghasilan besar dan ada wilayah yang kurang. Informasi ini sepertinya bukan hanya sekedar dugaan belaka karena banyak kemudian penyuapan untuk mendapatkan jabatan atau wilayah kerja tertentu.
Penempatan di wilayah tertentu yang berpenghasilan besar itu bahkan seolah menjadi reward bagi Polisi berprestasi. Hal yang cukup mengherankan sebenarnya mengingat seorang anggota yang berprestasi tentu memiliki integritas dan kualitas yang baik dan bisa ditempatkan dimana saja.