Kisah Bripda Eka, Polwan yang Nyambi Jadi Tukang Tambal Ban
Melihat sosok Eka Yuli Andini (19) sekilas lalu, tak nampak sama sekali bahwa ia anggota Polresta Salatiga.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Reporter Tribun Jateng, Padhang Pranoto
TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Tribunnews.com menampilkan kembali berita video yang menyita perhatian pengunjung portal berita ini sepanjang 2015, dengan topik Video Populer Tahun 2015.
Di antarnya berjudul Kisah Bripda Eka, Polwan yang Nyambi Jadi Tukang Tambal Ban.
Melihat sosok Eka Yuli Andini (19) sekilas lalu, tak nampak sama sekali bahwa ia anggota Polresta Salatiga.
Apalagi, ketika dirinya tak mengenakan atribut kepolisian.
Mengunjungi bengkel sekaligus rumah milik orang tuanya di Jalan Veteran RT 2/10 Mangunsari, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (25/2/2015), Bripda Eka Yuli Andini terlihat mengenakan kaus dan bercelana pendek.
Sesekali, dirinya terlihat sibuk, menggantikan peran sebagai penambal ban ketika kini sang ayah sedang terbaring sakit.
Tambal ban bukan sesuatu yang baru bagi Eka. Menurutnya keterampilan itu didapatkan lantaran sering melihat dan membantu sang ayah semenjak ia masih sekolah.
"Sudah biasa, awalnya melihat ayah menambal ban. Lalu bantu-bantu, akhirnya hingga kini bisa mengerjakan keterampilan ini," ujarnya.
Kebiasaan itu pun berlanjut hingga ia lulus Sekolah Calon Bintara (Secaba) di Ambarawa.
Meskipun kini telah berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda), Eka tak ragu berkotor-kotor dengan kegiatan tambal ban.
Bahkan ketika sang ayah kini sakit, ia tak segan mengambil alih usaha tambal ban yang diberi nama "Bonsa" itu.
Menurut Eka, selepas melaksanakan tugas di Polresta, ia kerap melayani pelanggan di bengkelnya. Mulai dari isi angin hingga tambal ban.
Namun demikian, ia mengaku belum begitu mahir menambal ban sepeda motor.
"Kalau menambal ban sepeda motor sebenarnya saya tak begitu bisa. Soalnya sulit untuk melepaskan dari velg. Saya hanya bantu untuk memanaskan tambalan. Namun kalau sepeda kayuh, saya bisa menambalnya. Mulai dari copot hingga pasang lagi," terangnya.
Sementara itu bila ada pelanggan yang menginginkan tambal ban, ia oper kepada penambal lain yang ada di sekitarnya.
Sedangkan untuk kegiatan isi angin masih ia lakukan sendiri.
"Dulu ketika ayah belum sakit, saya bantu nambal dengan memanaskan ban yang telah diberi penambal instan (tip-top). Lalu setelahnya baru dipasang ke motor oleh ayah. Sekarang karena ayah sakit, saya jadi sering ngoper pekerjaan ke tempat lain. Namun kalau terpaksa sekali, saya akan membantu. Tapi kalau cuma untuk ngisi angin dan tambal ban sepeda kayuh saya bisa mengatasi," ujar gadis itu.
Gadis berperawakan tinggi 156 cm dan berat 48 kg ini sempat dilarang oleh sang ibu, ketika akan mendaftar menjadi Polwan.
Ekonomi menjadi alasannya. Dengan keuangan keluarga yang cekak, Darwanti (40), sang ibu, was-was kalau mendaftar polisi harus mengeluarkan kocek yang besar.
Namun, Eka terus saja meyakinkan sang ibu. Dirinya menyebut, bahwa pendaftaran polisi tak perlu membayar.
"Ora usah wae, mengko malah mbayar akeh nek mlebu polisi. Sebab crita-critane neng njaba ngono kuwi (tidak usah saja, lantaran kalau mendaftar polisi pasti membayar. Sebab diluaran beredar cerita seperti itu)," kenang Darwanti menirukan ucapan ibunya.
Namun keteguhan sikap sang anak tak dapat dibendung.
Lulusan SMKN 2 Salatiga, jurusan Komputer Jaringan itu nekat mendaftar sebagai anggota Polri. Hal itu didukung dengan sokongan semangat dari sang guru, Mara Tilovashanti.
Singkat cerita, Eka pun lolos tahap demi tahap seleksi Polri. Ia mendaftar bersama 20 orang rekannya sekelas. Namun 18 di antaranya gugur.
Hanya dirinya dan seorang rekannya, yang kemudian berhasil menapaki jenjang pendidikan bintara.
"Saya yakin, dan memang terbukti selama pendidikan hingga sekarang tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Memang ada biaya, tapi itu untuk kebutuhan pribadi. Dan hal itulah yang saya yakinkan kepada ibu saya," ujarnya.
Sementara itu, sang ayah, Sabirin merasa bangga ketika anaknya menjadi seorang Polwan.
Menurutnya, ia mendukung segala kegiatan yang dilakukan oleh putri sulungnya itu.
"Saya dukung apa yang dia lakukan, akan tetapi saya berpesan agar jangan lupa kepada orang tua dan utamakan salat," ucapnya di ranjang Bangsal 3 Flamboyan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga.
Menjadi Polwan sebenarnya adalah dunia baru bagi Eka. Dalam benaknya, tak pernah terbersit untuk menjadi polisi. Hobi mengutak-atik komputer dan gambar, ia bercita-cita untuk bekerja di bidang penyiaran. Namun takdir menentukan lain.
Kini setelah pangkat tersemat di pundaknya, Eka bercita-cita membahagiakan kedua orang tuanya.
"Nanti mulai sedikit demi sedikit membantu perekonomian keluarga. Mungkin membangun rumah, karena yang sekarang ditempati adalah kontrakan. Kalau cita-citanya sih meng-hajikan ayah dan ibu," akunya.
Sebelum mengakhiri pembicaraan, Bripda Eka membeberkan rahasia kelolosannya menjadi Polwan. Menurutnya, ia sempat dilatih oleh seorang polisi senior, yang juga rekan dari sang ayah. Briptu Nurmin, ia menyebut namanya.
Saat seleksi, ia mengaku diajarkan bagaimana meningkatkan kemampuan fisik agar dapat lolos.
"Saya diajari oleh dia, bagaimana caranya sit-up yang benar, lari, dan sebagainya untuk dapat lolos menjadi bintara," ujarnya. (*)