Pertunjukan Teater "Orang-orang Setia"
Menjadi orang setia tidaklah mudah. Ada banyak kompromi supaya tetap setia pada sebuah komitmen, meski kadang di ujung penantian, tak selalu indah.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribun Lampung, Yoga Noldy dan Tri Purna Jaya
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG -- Menjadi orang yang setia tidaklah mudah.
Ada banyak kompromi supaya tetap setia pada sebuah komitmen, meski kadang di ujung penantian, tak selalu ada keindahan.
Kesetiaan adalah proses untuk menjadi setia itu sendiri.
Mungkin ini yang coba dibagikan oleh Teater 1 Lampung pada pementasanOrang-orang Setia di Sanggar Teater 1 Lampung, Kamis (28/1/2016) malam.
Pementasan ini juga sebagai bagian acara peringatan 20 Tahun Teater 1 Lampung dan peluncuran buku Di Balik Terang Cahayadan Kumpulan Naskah Teater Nostalgia Sebuah Kota.
Lakon sepanjang hampir 90 menit yang ditulis oleh pentolan Teater 1 LampungIswadi Pratama ini banyak menukil potret buram realitas yang ada sekarang di masyarakat.
Cerita lakon yang pernah dipentaskan di Festival Teater Jakarta 2015 ini dibuka dengan dialog sederhana antara Rahman dan Sarmin, dua orang renta yang tinggal hanya berdua dalam sebuah rumah sederhana.
Berpapan triplek serta hanya berperabot dua kursi dan satu meja yang jadi meja makan dan meja belajar.
Rahman adalah orang tua yang pesimistis dan rendah diri.
Ia selalu memandang dunia dari sisi pragmatis. Latar belakangnya yang sekadar menjadi penjaga kamar mayat membentuk perasaan bahwa ia bukanlah orang yang patut dikenal oleh khalayak ramai.
Namun, ia menjalani pekerjaannya dengan ikhlas dan loyal.
Pun begitu dengan Sarmin. Seorang guru honorer dengan pengalaman mengajar puluhan tahun, bahkan pernah mengajar di pedalaman.
Sifatnya energik dan optimistis. Meski puluhan tahun statusnya tidak pernah berubah, Sarmin percaya, suatu saat kesetiaannya pada dunia pendidikan akan membuat ia bertemu dengan para petinggi pemerintahan.