Terkait Reklamasi Teluk Jakarta, Pemerintah Ingin Seperti Port of Roterdam
Pihak swasta yang sebelumnya mendominasi proyek tersebut, kini dibatasi. Namun besaran pembatasan tersebut masih dikaji.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Mohamad Yoenus
Laportan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dihentikan sementara.
Diperlukan dasar hukum, utamanya Keputusan Presiden untuk menguatkan berjalannya proyek reklamasi.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah sepakat menghentikan sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Untuk mencari solusi atas polemik reklamasi, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas (ratas) bersama Gubernur Ahok.
Rapat yang membahas Reklamasi Jakarta atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dilaksanakan pukul 13.00 WIB, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
Turut hadir perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisioner Laode Muhammad Syarief.
Ahok ditemani Deputi Gubernur Jakarta Bidang Tata Ruang Oswar Muadzin dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Tuty Kusumawati.
"Ya dua lembar aja intinya, kan kita ada 17 pulau kan, yang belum diatur itu pulau O, P, Q. Kita mungkin mau minta presiden, supaya yang O, P, Q itu digabung sama N." ujar Ahok di Balai Kota, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
"Kita mau nyontoh seperti Port of Roterdam, pemerintah pusat misalkan 30%, Roterdamnya 60%, itu yang mau kita lakukan," tambahnya.
Sebagaimana diberitakan, dalam rapat tersebut pemerintah pusat menginginkan mengendalikan secara penuh proyek tersebut dengan melibatkan pemerintah daerah dan swasta.
Pihak swasta yang sebelumnya mendominasi proyek tersebut, kini dibatasi. Namun besaran pembatasan tersebut masih dikaji.
Presiden memerintahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyelesaikan perencanaan proyek tersebut selama enam bulan. (*)