Belasan Aktivis Scorpion Desak Ahok Tutup Pasar Satwa Ilegal Jatinegara
Kami mempertanyakan kenapa Ahok tidak berani menutup pasar satwa liar ilegal Jatinegara
Penulis: Yurike Budiman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Organisasi Non Pemerintah Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Dalam aksi ini, Investigator Senior Scorpion, Marison Guciano meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menutup pasar satwa liar ilegal, seperti di pasar satwa Jatinegara, Jakarta Timur.
"Kami mempertanyakan kenapa Ahok tidak berani menutup pasar satwa liar ilegal Jatinegara," kata Marison dalam aksinya, Kamis (13/10/2016).
Pantauan Tribunnews.com, tiga dari belasan massa yang berdemo menggunakan atribut menyerupai hewan macan, beruang dan kera sambil membawa spanduk bertuliskan 'Stop Animal Abuse in Jatinegara Wildlife Market' dan 'Pedagang Kaki Lima Tanah Abang Saja Bisa Digusur, Kenapa Pasar Satwa Jatinegara Tidak!!'.
"Setiap hari kita dipertontonkan perlakuan kejam terhadap satwa. Satwa liar dikurung di dalam kandang-kandang kecil tanpa air. Beberapa jenis dari satwa tersebut berstatus dilindungi Undang-Undang," ujar Marison.
Menurut Marison, bila terus dibiarkan, perdagangan satwa liar ilegal yang tidak terkontrol akan menyebabkan kepunahan mereka di alam liar.
"Kepunahan satu spesies akibat perburuan akan menyebabkan punahnya spesies lainnya karena mereka menjadi bagian dalam mata rantai ekosistem. Kepunahan satwa liar membuat menurunnya kekayaan keanekaragaman hayati kita," ujarnya.
Hasil pemantauan Scorpion di pasar satwa liar ilegal Jatinegara menunjukkan mayoritas satwa tersebut diambil dari alam tanpa izin dan diangkut tanpa dilengkapi dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa.
Hal tersebut tertera dalam Keputusan Menteri Kehutanan No 447/kpts-II/2013 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Ia menyebut satwa dilindungi yang dijual secara bebas antara lain, lutung, elang ular bido, elang tikus, berang berang, beo Nias, dan berbagai jenis satwa liar lainnya.
Ia juga menjelaskan, perdagangan satwa dilindungi ini merupakan pelanggaran atas Undang-Undang no. 5/1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7/1999.
Para pelanggar undang-undang ini bisa dihukum penjara selama 5 tahun dengan denda mencapai Rp100,000,000.00.