Pusat Logistik Berikat (PLB) diyakini memberikan manfaat, baik bagi industri besar maupun Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang sebelumnya harus menggunakan impor borongan untuk mendapatkan bahan baku.
Hal ini terungkap saat rapat pleno dalam rangka menanggapi pemberitaan mengenai dugaan penyelundupan melalui PLB yang diselenggarakan antara Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian dengan asosiasi di antaranya Asosiasi Produsen Synthetic Fibre Indonesia (APSyFI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPKBI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) serta perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan produk tekstil pada hari Rabu (17/7/2019).
Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Pengusaha Industri Kecil dan Menengah Indonesia (APIKMI) secara lugas mengonfirmasi bahwa PLB bermanfaat bagi IKM dalam penyediaan bahan baku sesuai kebutuhan dengan waktu pengiriman yang singkat.
APIKMI juga berharap tidak ada perubahan kebijakan PLB. Sebagai catatan, saat ini impor tekstil melalui PLB yang dilakukan perusahaan produsen ataupun IKM sebesar 2,7% dari total impor tekstil nasional.
Selain itu, forum tersebut juga menyepakati bahwa kebijakan PLB dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/2017 yang mengatur impor tekstil melalui PLB telah sesuai dengan kebutuhan pelaku industri.
Terkait alokasi kuota volume impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, baik untuk perusahaan produsen pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), dan perusahaan dagang pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), akan dikuatkan melalui penetapan kuota tahunan sesuai dengan hasil analisis supply demand.
Demikian juga terkait adanya dugaan beredarnya bahan baku tekstil di pasaran yang berasal dari pemegang kuota akan diverifikasi oleh Kementerian Perdagangan secara sinergis dengan Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Bea Cukai.
Benny Soetrisno, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan KADIN yang juga hadir dalam rapat tersebut, menyebutkan bahwa PLB telah memudahkan proses produksi suatu industri dengan mendekatkan penyediaan bahan baku.
“Sebelum ada PLB di Indonesia, industri tekstil membeli kapas di PLB Malaysia membutuhkan waktu 10 hari. Dengan adanya PLB, pelaku usaha tidak harus membeli dalam volume besar. Setidaknya cukup untuk stok 1 minggu, sebelumnya harus stok 1 bulan,” ungkapnya.
Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan bahwa PLB juga membawa perubahan bagi perdagangan di Indonesia.
“PLB adalah terobosan dalam perdagangan dan dwelling time yang sudah menunjukkan perbedaan. Namun demikian, aturan Peraturan Menteri Perdagangan yang dibahas hari ini masih perlu disempurnakan. Intinya bagaimana kita tetap dapat melindungi pasar dalam negeri, bagaimana kita dapat mengalakkan ekspor secara intensif oleh industri garment baik industri besar maupun kecil. Selain itu, kuota impor juga harus dikontrol baik untuk importir produsen maupun importir umum,” ujar Ade.
Widia Erlangga, perwakilan dari APIKMI menyatakan bahwa yang paling krusial untuk IKM konveksi adalah bahan baku.
“Sebelum adanya PLB, pelaku usaha harus membeli bahan baku secara borongan di Tanah Abang. Namun dengan adanya PLB, IKM cukup menyampaikan kebutuhannya kepada importir umum melalui APIKMI kemudian diimpor melalui PLB. Setelah itu, IKM dapat memilih sendiri barangnya di PLB dan bisa membelinya dalam jumlah kecil,” ungkap Widia.
APIKMI juga telah melakukan survei terhadap para pelaku IKM di daerah Jawa Barat terkait efek bagi kelancaran produksi sebelum dan setelah adanya PLB.