TRIBUNNEWS.COM - Untuk menekan peredaran rokok ilegal Bea Cukai secara kontinyu melakukan berbagai upaya, salah satunya melalui operasi Gempur Rokok Ilegal. Operasi yang dilaksanakan di seluruh wilayah pengawasan Bea Cukai di Indonesia ini telah berhasil menggagalkan laju peredaran rokok ilegal.
Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh, Safuadi mengungkapkan selama pelaksanaan operasi yang berlangsung dari Juli hingga Agustus 2020, Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh berhasil mengamankan 43.000 batang rokok ilegal.
“Nilainya diperkirakan mencapai Rp75.817.100 dengan potensi kerugian negara ditaksir Rp30.792.827,” ungkapnya.
Atas penindakan dan pengawasan rokok ilegal kali ini, Kanwil Bea Cukai Aceh telah menambah jumlah penindakan rokok ilegal sepanjang tahun 2020. Hingga Agustus 2020, tercatat 20.037.502 batang rokok ilegal telah diamankan oleh Kanwil Bea Cukai Aceh dengan perkiraan nilai barang Rp20.338.064.530 serta potensi kerugian negara dari sektor perpajakan sebesar Rp9.417.625.940.
“Dengan dilaksanakannya Operasi Gempur Rokok Ilegal diharapkan terjadi peningkatan kepatuhan, kesadaran serta edukasi para pengusaha di bidang cukai khususnya rokok, dan juga masyarakat tentang rokok ilegal,” tambah Safuadi.
Sementara itu Kantor Wilayah Bea Cukai Bali dan Nusa Tenggara serta kantor Bea Cukai yang berada di bawahnya berhasil mengamankan 202.268 batang rokok, 88.188 gram tembakau iris, dan 10 botol liquid vape dengan berbagai merek dan ukuran, yang diduga melanggar ketentuan di bidang cukai.
“Nilai barang hasil penindakan tersebut mencapai Rp231.342.740, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp91.590.034,” ungkap Sulaiman, Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan Kantor Wilayah Bea Cukai Bali, dan Nusa Tenggara.
Dalam rangka mencapai target rokok ilegal sebesar 3% pada tahun 2020, selain melakukan upaya represif melalui Operasi Gempur, Bea Cukai juga melakukan upaya persuasif, berupa pemberian edukasi terkait ketentuan cukai dan sosialisasi mengenai barang kena cukai ilegal, kepada masyarakat umum dan para pelaku usaha.
Diharapkan dengan upaya ini masyarakat menjadi lebih paham, tidak lagi mengonsumsi rokok ilegal, dan mampu berperan secara aktif untuk memberikan informasi kepada Bea Cukai, jika ditemukan adanya rokok/barang kena cukai ilegal di daerahnya.
Menurut akademisi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Artidiatun Adji, pemberantasan rokok/barang kena cukai (BKC) ilegal terbukti mampu meningkatkan penerimaan negara di bidang cukai.
Hal ini dikarenakan potensi penerimaan cukai yang sebelumnya hilang karena rokok ilegal, semakin sedikit karena sebagian besar rokok kini sudah dilekati pita cukai.
Selain berdampak langsung pada penerimaan cukai yang lebih besar untuk pemerintah pusat, secara tidak langsung hal ini juga akan bermanfaat bagi pemerintah daerah. Karena sebagian penerimaan cukai yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat, akan dikembalikan lagi kepada pemerintah daerah (earmarking) dalam bentuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 13/PMK.07/2020 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2020, Provinsi Bali memperoleh alokasi DBH-CHT sebesar Rp 9,215 miliar, Provinsi NTB sebesar Rp 359,966 miliar dan Provinsi NTT sebesar Rp 7,824 miliar.
“DBH-CHT ini dapat dimanfaatkan pemerintah daerah untuk mendanai kegiatan di bidang kesehatan, untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pembangunan sarana umum dan lingkungan sosial, pembinaan industri, pemeliharaan lingkungan hidup dan peningkatan kapasitas petani tembakau. Oleh karena itu, hal ini sangat sejalan dengan slogan bahwa ‘Cukai memang untuk kita’," tutup Sulaiman. (*)