Naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa waktu lalu ternyata tidak menurunkan pasar kain seprai. Walaupun bukan barang kebutuhanprimer, tapi pembeli masih berbondong-bondong belanja sebelum Lebaran. Setidaknya inilah yang dirasakan Susanto (35), pemilik toko seprai dengan nama Carlotta di Tanah Abang Blok B Basement 1 Los A No.68-B-97.
“Biasa per bulannya omzet kami sekitar Rp 2 miliar. Menjelang Lebaran kayak sekarang omzetnya meningkat beberapa persen. Kalau dibanding Lebaran tahun lalu, omzet tahun ini meningkat hingga 30%. Kebetulan saya tak hanya menjual seprai, tapi juga selimut, bed cover, matras, bantal, dan guling,” ujar Susanto.
Susanto mengaku baru membuka toko di Tanah Abang sejak tahun 2008 walaupun dia telah berjualan seprai sejak tahun 1998 di ITC Mangga Dua. Menurutnya, pada tahun 2008 dia menilai Tanah Abang lebih memiliki potensi besar di sektor grosir sehingga dia memutuskan untuk membuka dua toko. Keputusan ini berbuah manis karena dari jumlah omzet, toko di Tanah Abang lebih besar dibanding toko di Mangga Dua miliknya.
Susanto sendiri telah malang melintang di dunia industri seprai sejak dirinya masih muda dengan ikut kakaknya yang juga telah berjualan seprai. Untuk memasok dagangannya, Susanto bekerjasamadenganprodusenspreidari Bandung, khususnyauntukbahan lokal.Dari kakaknya, Susanto pun mulai berkenalan dengan produsen seprai dari Guang Zhou, China, yang hingga sekarang turutmenjadi pemasok sprei impor ke tokonya. Dalam sebulan, tercatat tiga hingga empat kali barang kiriman datang dari Bandung danChina dan sekali datang biasanya satu hingga dua kontainer.
“Yang membedakan adalah kualitas bahannya. Kalau kualitas lokal, bahannya campuran antara polyester dan katun. Sedangkan kalau bahan impor 100% terbuat dari katun sehingga lebih mahal harganya. Tapi kalau dilihat dari sisi penjualan peminat bahan lokal dan impor seimbang karena ada pasarnya masing-masing,” jelas Susanto.
Pembelinya pun dari berbagai daerah, baik di Pulau Jawa maupun luarPulau Jawa. Selain Jabodetabekdan Surabaya,spreidagangannya yang diberimerk Carlotta itupun sangatlaku di Banjarmasin, Samarinda, hingga Ujung Pandang. Para pembeli berdatangan karena dia menawarkan harga yang bersaing karena mengambil keuntungan sedikit. Menurutnya, walau tergantung dari bahan dan ukuran, rata-rata dia hanya mengambil keuntungan sekitar 10%-20% dari setiap barang yang dia jual sehingga pembeli tertarik membeli barang di tokonya.
Untuk mempermudah pembeli untuk membayar di tempat dan tak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar, Susanto pun menyediakan mesin Electronic Data Capture (EDC) PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Menurutnya, tingkat penggunaan EDC BCA terus meningkat sejak dia menyediakannya tahun 2008. Tercatat setidaknya 30% pembayaran dilakukan dengan menggunakan EDC BCA. “Memang kalau dalam jumlah besar pasti menggunakan transfer. Kebetulan 80% pelanggan saya nasabah BCA jadi transfer antar-rekening BCA kerap terjadi,” ujarnya.
Selain EDC BCA, Susanto juga menggunakan BCA Smartcash, sebuah kartu kredit yang berfungsi sebagai penyedia dana pinjaman tanpa agunan untuk berbagai keperluan transaksi bisnis. Menurut Susanto, BCA Smartcash sangat berfungsi untuk membayar berbagai keperluan jika langganan bayarnya terlalu lama.
“Untuk dana talangan dulu. Kalau langganan sudah bayar kita akan bayar BCA Smartcash. Hal ini sangat berguna bagi saya, terutama karena gampang untuk melakukan transfer ataupun tarik tunai dengan menggunakan kartu BCA Smartcash. Bunga dan iuran tahunannya terbilang kecil jika dibandingkan produk serupa dari bank lain. Makanya saya suka pakai BCA Smartcash,” jelas Susanto.
BCA Smartcash merupakan solusi bagi para pebisnis yang suka membutuhkan dana mendadak. Bunganya yang terbilang murah, hanya 1.8% per bulan atau 0.06% per harinya.Jika ingin tahu lebih lanjut, hubungi Halo BCA di 500888 atau (021) 500888 via ponsel. Solusi lain bisa kita dapatkan di www.bca.co.id
BCA Senantiasa di Sisi Anda
(BERITA BCA)