News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Terpuruk

Orang Lebih Khawatir Harga Ponsel Melonjak Daripada Lauk Pauk

Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PT Smartfren Telecom Tbk meluncurkan ponsel pintar seri Andromax U2 di Jakarta Selatan, Jumat (20/8/2013). Smartfren Andromax U2 ini hadir dengan sistem operasi android 4.1 jelly bean dilengkapi layar 4,5 inci, procesor quad core 1,2 Ghz, RAM 1 Gb serta sistem audio berteknologi dolby digital plus, yang dibandrol dengan harga Rp 1.870.000. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prapancha Research (PR) memetakan dinamika persepsi masyarakat perihal penurunan nilai Rupiah, khususnya di antara pengguna jejaring sosial Twitter. Menariknya,  banyak yang merasakan kekhawatiran dampak anjloknya nilai tukar Rupiah ini akan memengaruhi harga telepon seluler ketimbang harga lauk pauk.

Adi Ahdiat, analis PR dalam rilisnya kepada Tribunnews.com mengungkapkan penemuannya. Ddari perbincangan tentang Rupiah sebanyak 1,5 juta celoteh selama setahun belakangan (30 Agustus 2012-29 Agustus 2013), 227 ribu atau sekitar 15 persennya berlangsung hanya dalam sembilan hari terakhir.

"Perbincangan Rupiah saat ini jauh meninggalkan berbagai isu hangat lainnya," ujar

Dalam sembilan hari terakhir, perbincangan tentang Demokrat yang sedang hangat-hangatnya menjelang konvensi, hanya mencapai 123 ribu kicauan, SKK Migas 36 ribu, dan penembakan polisi telah menurun hingga 15 ribu. Menurut Adi, tingginya perbincangan tentang Rupiah dibandingkan isu-isu lain dikarenakan dampak penurunan mata uang yang secara langsung mengusik kehidupan sebagian besar warga.

"Semarak apa pun isu konvensi Demokrat, rata-rata dari kita hanya menjadi penonton dan tak merasa berkepentingan. Berbeda dengan kenaikan Rupiah yang spontan mengakibatkan harga-harga melonjak," tambah Adi.

Terbukti dari seluruh pembicaraan tentang Rupiah, sebanyak 2 persen atau 5 ribu kicauan dengan eksplisit menyinggung kenaikan harga tahu dan tempe. Salah satunya adalah dari akun Iwan Fals (@iwanfals) yang dikicaukan ulang 410 kali, "Rupiah melemah, eh tempe tahu ikut2an, bukan maiiiin."

Namun pada saat yang sama, tampak juga fakta bahwa kekhawatiran akan kenaikan harga komoditas tersier lebih mengemuka di media sosial. Bahkan kecemasan ini tampak lebih ramai ditampilkan dibanding keresahan akan naiknya harga lauk pauk pokok. Hal ini terlihat dari lebih maraknya perbincangan tentang Rupiah yang dikaitkan dengan dampaknya terhadap harga laptop, ponsel, mobil, dan berbagai peranti elektronik.

"Jumlahnya mencapai 7 ribu kicauan, lebih tinggi dari perbincangan tentang dampak pelemahan Rupiah ke bahan makanan," imbuh Adi.

Jika diperbandingkan, fenomena ini tak dijumpai pada jejaring sosial warga India, yang saat ini juga sedang dihadapkan pada kemerosotan nilai mata uangnya, Rupee. Dari 137 ribu pembicaraan tentang Rupee pada sembilan hari terakhir, tak terlalu nampak celoteh-celoteh yang mencemaskan kenaikan harga barang-barang tersier sebagaimana di Indonesia.Kalaupun ada, jumlahnya tak lebih dari puluhan atau terbilang tak signifikan.

"Perbandingan kontras ini memperlihatkan kultur gandrung belanja kelas menengah kita. Bahkan salah satu kicauan yang banyak ditanggapi di jejaring sosial kita adalah ajakan sebuah perusahaan mobil untuk buru-buru membeli produk barunya sebelum harganya benar-benar naik," ujar Adi.

Dengan potensinya menggoyang stabilitas, pelemahan mata uang adalah momok menakutkan bagi pemerintahan suatu negara. Dalam sejarahnya, rezim sekuat Orde Baru sekalipun tumbang bermula dari melemahnya mata uang yang tak lama mengakibatkan kepanikan dan huru-hara.

Dengan kondisi seperti ini, di tengah-tengah kebutuhan menekan belanja impor, menurut Adi, menahan laju kenai

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini