TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Putusnya sistem komunikasi kabel laut (SKKL) antara Indonesia - Singapura yang PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) kelola, membuat beberapa perusahaan telekomunikasi mengalami kerugian akibat putusnya kabel bawah laut tersebut.
Agus Simorangkir, Vice President Project Management Officer PT XL Axiata menuturkan kabel yang terputus adalah kabel serat optik bawah laut yang XL sewa dari Moratelindo. "Memang sempat putus, tapi langsung kami alihkan ke jalur yang lain," katanya kepada KONTAN, Minggu (20/10/2013).
Agus bilang pihaknya langsung mengalihkan ke jalur internasional alternatif. XL Axiata mempunyai tiga jalur menuju Singapura dan satu jalur menuju Dumai-Malaka. Sayang, Agus tidak bisa memastikan berapa nilai kerugiannya. "Kami sewa ke Moratel, jadi saya belum hitung berapa kerugiannya," katanya.
Dalam laporan keuangan XL Axiata di semester I-2013 tercatat perusahaan ini menganggarkan dana Rp 313,8 miliar untuk investasi sewa pembiayaan serat optik ke PT Hutchison CP Telekomunikasi (HCPT) dan PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo). Perjanjian dengan Moratelindo selama 10 tahun. Sedangkan HCPT 15 tahun.
PT Telekomukasi Indonesia Tbk (Telkom), penyewa lainnya, juga masih menghitung kerugian yang diderita. Arif Prabowo, Vice President Public Relation Telkom bilang SKKL kelolaan Moratelindo yang berlabel B3JS adalah sebagai third route untuk koneksi ke luar negeri. "Kami sewa rute ini. Saat terputus layanan tidak terganggu karena koneksi dialihkan ke rute lainnya," jelasnya.
Sebelumnya, Galumbang Menak Simanjuntak, Chief Executive Officer (CEO) Moratelindo mengungkapkan, SKKL yang menghubungkan Indonesia-Singapura di perairan Kecamatan Toboali, Bangka Selatan, sering dirusak kapal liar. "Dalam dua bulan terakhir sudah putus tiga kali. Kejadian terakhir di SKKL B3JS pada 12 Oktober pukul 07.00 WIB," katanya.
Imbasnya, para pengguna jaringan kabel laut ini diprediksi merugi sekitar Rp 30 miliar per bulan. Jaringan kabel laut ini dibangun dengan dana 60 juta dolar AS di 2012.
Akibat insiden ini, perusahaan telekomunikasi domestik meminta pemerintah membuka gerbang (gateway) komunikasi internasional di dalam negeri.
Menurut Agus Simorangkir, adanya gerbang komunikasi ini membuat perusahaan telekomunikasi bisa lebih efisien. Jalur ini bisa ditempatkan di Jakarta,
Bali atau tempat yang lain. Nantinya tidak perlu harus menghubungkan ke luar negeri seperti Singapura, India atau Australia. "Tapi, ini butuh bantuan pemerintah," tuturnya.
Sebetulnya Indonesia berpotensi sebagai gateway komunikasi internasional. Pasalnya, sebanyak 80% pelanggan data di Indonesia mengakses situs internasional. Seperti Google, Twitter, Facebook dan Youtube. "Jadi dari Indonesia bisa langsung ke Amerika. Tanpa perlu transit ke negara lain terlebih dahulau sudah bisa dibuka," jelasnya.
Menurutnya, potensi ini bisa saja terlaksana lewat proyek Asia-America Gateway (AAG) yang dikerjakan operator telekomunikasi Asia. Contoh yang ikut serta adalah Axiata Group juga Telkom Malaysia.
Untuk pembangunan SKKL pun menurutnya, lebih baik para operator seluler melakukan konsorsium. Hal ini akan jauh lebih efisien daripada membangun sendiri. "Seringnya, biaya yang jauh lebih mahal justru perizinan membuka jalur ini ketimbang pasang fiber optik," ujar Agus.
Rata-rata investasi pembangunan jaringan kabel Jakarta ke Singapura mencapai 30juta - 60 juta dolar AS.