TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Produksi suku cadang otomotif (onderdil) di luar merek asli yang berbahan baku karet di Koperasi Pengusaha Industri Kecil (kopisma) terus merosot.
"Selama satu tahun terakhir ini turun hingga 30 persen," ujar Ketua Kopisma, Dani Ramdani, ketika ditemui di rumahnya, Gedebage, Bandung, Jumat (15/11) sore.
Harga produk suku cadang after market Kopisma kalah dengan harga suku cadang after market asal Cina Thailand, India, dan Malaysia.
Belum lagi suku cadang after market asal Vietnam yang mulai menyerbu tanah air. Menurutnya, harga spare part after market lokal lebih mahal daripada harga suku cadang after market impor. Konsumen pun beralih ke suku cadang yang harganya lebih murah.
Dani mengatakan tingginya harga spare part after market lokal, khususnya di Kopisma, ditentukan oleh harga bahan baku karet yang masih tinggi dan proses produksi yang masih mengandalkan alat-alat konvensional.
"Sebenarnya, bisa saja pengusaha membeli bersama agar harga bahan baku jauh lebih murah tapi masalahnya material yang dibutuhkan masing-masing pengusaha berbeda," katanya.
Selain itu, ia mengakui ada bantuan dari Kementerian Perindustrian tapi masih terbatas untuk kelompok. Di negara-negara lain, ucapnya, para pelaku industri kecil mendapat subsidi dari pemerintah untuk pembelian bahan baku plus mesin yang mampu memproduksi barang dalam jumlah yang sangat banyak. Ia menyebutkan nilai produksi suku cadang berbahan karet di Kopisma sekitar Rp 30 juta-40 juta per bulan.
Dari total 53 anggota Kopisma, 20 di antaranya adalah pengusaha suku cadang after market baik yang berbahan baku karet, plastik, maupun logam. Khusus tiap pengusaha suku cadang berbahan baku karet, minimal membutuhkan 100 kilogram bahan per bulan.
Dani mengklaim kondisi di pasar itu yang mengganggu pengusaha-pengusaha suku cadang berbahan baku karet. "Dari sisi kualitas, kami bisa bersaing. Modal pun bukan masalah lantaran akses kopisma ke perbankan baik. Koperasi pun menyediakan pinjaman. Namun, cuma order-an terus berkurang," ujarnya.
Padahal, ucapnya, permintaan terhadap suku cadang terus meningkat tiap tahun seiring peningkatan jumlah kendaraan.
Produksi suku cadang after market berbahan logam pun relatif stabil. Dani yang merupakan satu di antara pengusaha suku cadang berbahan baku logam masih mampu memproduksi kira-kira 10 ton bahan baku setiap bulan. Nilai produksinya sekitar Rp 10 miliar per tahun.
Sejauh ini, pengusaha suku cadang after market menerapkan penjual lepas untuk produk-produknya. "Masih berat untuk bikin merek sendiri masalahnya bersaing dengan merek luar. Takut malah jadi bumerang, nggak ada yang beli," ujarnya. (tom)