TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Deputy Director of Economic, Institute of Indemendent Study of Public Policy, Kodrat Wibowo, menilai industri di Indonesia masih membutuhkan sistem outsourcing atau tenaga alih daya. Hal itu dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan untuk mengerjakan pekerjaan yang bukan bagian dari inti bisnis.
Dalam pemaparannya di acara diskusi "Substansi Debat Capres Soal Ekonomi: Fakta Atau Slogan?" yang digelar di Galeri Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/6/2014), Kodrat mengatakan suatu bisnis akan lebih efisien dijalankan dengan sistem alih daya, karena perusahaan-perusahaan itu tidak harus mengerjakan sesuatu yang bukan ranahnya.
Namun demikian yang dipermasalahkan dari sistem alih daya adalah soal sistem kontrak dan tidak ada jaminan terhadap karyawan. Kata dia telah terjadi salah presepsi dari masyarakat atas sistem alih daya.
"Outsourcing sekarang itu outsourcing kontrak, itu secara ekonomi tidak baik," katanya.
Hal itu bisa terjadi karena produktivitas sang karyawan alih daya yang buruk, sehingga bisa dijadikan alasan oleh pengusaha untuk memberhentikan secara sepihak. Jika produktivitas sang tenaga alih daya baik, sudah tentu perusahaan akan mempertahankannya. Kenyatannya, Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat produktivitas yang rendah di Asean.
"Kita kalah dari Singapura, Malaysia, Burnei Darusalam, Thailand. Kita besar di mulut saja, tapi produktivitas kita rendah," tandasnya.
Pengamat: Indonesia Masih Butuh 'Outsourcing'
Editor: Hendra Gunawan
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger