News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menteri LH dan Kehutanan Diminta Perkenalkan Coco Peat Sebagai Pengganti Gambut

Penulis: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Bidang Litbang AISKI, Ady Indra Pawennari memperlihatkan tumpukan coco peat di salah satu industri sabut kelapa di Riau. Coco peat merupakan media tanam alternatif pengganti gambut seiring terbitnya PP Nomor : 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) meminta Menteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan, Siti Nurbaya memperkenalkan coco peat (serbuk sabut kelapa) sebagai media tanam alternatif pengganti gambut kepada nursery perusahaan perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
 
Permintaan ini disampaikan AISKI menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang menimbulkan keresahan bagi perusahaan perkebunan dan HTI karena kawasan gambut dengan kedalaman di atas tiga meter ditetapkan sebagai kawasan lindung.
 
“Sebagian besar nursery perusahaan perkebunan dan HTI masih menggunakan gambut sebagai media tanam pada saat pembibitan. Namun, dengan terbitnya PP Nomor : 71 Tahun 2014 ini, mereka harus mencari media tanam alternatif. Nah, jawabannya adalah coco peat,” tegas Ketua Bidang Litbang AISKI, Ady Indra Pawennari di Jakarta, Minggu, (2/11/2014).
 
Menurut Ady, penggunaan coco peat sebagai media tanam di nusery perusahaan perkebunan dan HTI di Indonesia bukanlah hal yang baru. Beberapa nursery perusahaan perkebunan dan HTI seperti PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Riau sudah menggunakan coco peat sebagai media tanam sejak beberapa tahun lalu.
 
“Sejak PP Nomor : 71 Tahun 2014 diberlakukan, sudah ada dua perusahaan HTI yang beralih menggunakan coco peat sebagai pengganti gambut, yakni PT. ITCI Hutani Manunggal di Kalimantan Timur dan PT. Adindo Hutani Lestari di Kalimantan Utara,” beber Ady yang juga owner PT. Multi Coco Organik ini.
 
Sebagaimana diketahui, coco peat memiliki sifat mudah menyerap air secara cepat dan menghambat kehilangan air karena penguapan. Ia juga memiliki pori - pori yang memudahkan pertukaran udara, dan masuknya sinar matahari yang dapat mempercepat terjadinya perakaran.
 
Coco peat juga memiliki kandungan Trichoderma molds, sejenis enzim dari jamur, dapat mengurangi penyakit dalam tanah dan menjaga tanah tetap gembur dan subur. Di dalam coco peat juga terkandung unsur-unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman, berupa Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (Na) dan Fospor (P).
 
Berdasarkan data AISKI, Indonesia merupakan penghasil buah kelapa terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 15 miliar butir per tahun. Namun, hasil samping dari perdagangan buah kelapa tersebut, yakni sabut kelapanya baru dapat diolah sekitar 480 juta butir atau 3,2 persen per tahun.
 
Setiap butir sabut kelapa rata-rata menghasilkan serat sabut kelapa atau dalam perdagangan internasional disebut coco fiber sebanyak 0,15 kilogram dan serbuk sabut kelapa atau coco peat sebanyak 0,39 kilogram.
 
Coco fiber sangat diminati industri dunia sebagai bahan baku pengganti busa dan bahan sintetis lainnya untuk industri spring bed, matras, jok mobil, sofa, tali, keset kaki dan lainnya. Sedangkan coco peat lebih banyak digunakan sebagai media tanam dan alas tidur hewan ternak sehingga kandang selalu kering dan tidak berbau.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini