Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai Rupiah terhadap dolar Amerika terus memburuk sejak pekan lalu. Hingga Senin (15/12/2014) menyentuh Rp 12.714 per dolar Amerika. Dolar diprediksi berkibar sampai akhir tahun.
Menteri Kordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, menguatnya dolar Amerika sebagai trend global, sehingga mata uang lainnya tak terkecuali rupiah terkena dampaknya.
Penguatan dolar kali ini, sambung Sofyan, tak terlepas karena pertumbuhan ekonomi di Amerika yang luar biasa. Sehingga dolar banyak yang mengalir kembali ke negeri Abang Sam itu.
"Dolar pulang kampung, karena ekonomi AS ternyata bagus sekali. Sebab itu, dolar yang tadinya di luar, mulai kembali ke Amerika. itu yang menyebabkan depresiasi mata uang, bukan hanya Indonesia," kata Sofyan.
Pencapaian rupiah saat ini masih dibilang baik, dibandingkan Desember 2013, depresiasi mencapai sekitar 2,5 persen. Jika dibandingkan dengan yen Jepang mencapai 15 persen, bath Thailand 6 persen, dan ringgit Malaysia 5-6 persen.
Ia memprediksi dolar akan terus menguat, jika pertemuan antara bank sentral di Amerika pada 19 Desember 2014, memutuskan untuk menaikkan suku bunga. Tentu saja membuat investasi terhadap dolar akan semakin menarik.
Selain itu, sambung Sofyan, permintaan terhadap dolar Amerika akan terus naik hingga akhir tahun ini, karena banyak pihak yang harus menukar dolar untuk membayar utangnya.
Dalam kondisi seperti ini, tidak banyak bisa dilakukan pemerintah untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Jika tetap memaksa untuk mengintervensi, bisa jadi kebijakan tersebut cuma akan mengurangi devisa negara.
"Tetapi dalam tren yang seperti ini, kalau diintervensi dalam jumlah besar-besaran, itu habis devisa saja dan kita tidak mampu menahan," ujarnya.
Untuk mengantisipasi pelemahan rupiah, kebijakan jangka panjang yang bisa diambil pemerintah adalah mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. "Ini kesempatan bagi industri kita untuk meningkatkan ekspor," tandasnya.