News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Stop Pembagian Konverter Kit, Tapi Kemenperin Tetap Dukung Konversi BBM ke BBG

Penulis: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas tengah mengisi bahan bakar gas (BBG) pada bajaj melalui mobil pengisian BBG atau Mobile Refueling Unit (MRU) di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2014). Minimnya Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) di Jakarta, membuat sejumlah pengemudi bajaj yang hendak mengisi gas harus rela antre berjam-jam. Pengemudi bajaj meminta Pemerintah DKI Jakarta segera memperbanyak SPBG bagi bajaj agar tidak antre terlalu lama. Warta Kota/angga bhagya nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG), sebagai upaya melepas ketergantungan industri otomotif nasional terhadap BBM yang setiap tahunnya selalu membebani keuangan negara.

Meski demikian, Kemenperin memastikan tidak lagi menggulirkan program pembagian konverter kit secara gratis kepada masyarakat umum, namun mengalihkan alokasi dana tersebut untuk mendukung pembangunan infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) yang hingga kini jumlahnya masih sangat minim.

"Ke depan arahnya memang harus pakai gas karena tidak mungkin lagi mengandalkan BBM. Setelah kita evaluasi, program pembagian konverter kit secara gratis kepada masyarakat umum tidak efektif, karenanya kita mendorong agar pihak prinsipal lah yang memulai memproduksi kendaraan berbahan bakar gas, sementara alokasi program pembagian konverter kit kita alihkan ke Kementerian ESDM untuk mendukung pembanguan SPBG," kata Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kemenperin, Soerjono dalam Workshop Forum Wartawan Industri, di Ciawi, Bogor, akhir pekan kemarin.

Diakui Soerjono, untuk mendukung program konversi BBM ke BBG dibutuhkan komitmen dari semua pihak mulai dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sebagai prinsipal maupun Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai penyedia infrastrukturnya.

Gaikindo sendiri mengaku siap melaksanakan program konversi BBM ke BBG dalam kurun waktu dua tahun ke depan, jika pemerintah mau memberikan insentif seperti halnya insentif yang diberikan saat meluncurkan program low cost and green car (LCGC).

"Kalau tanpa adanya insentif maka harga jual mobil berbahan bakar gas tentunya masih lebih mahal ketimbang mobil berbahan bakar minyak. Ini akan sulit merangsang masyarakat untuk beralih ke BBG. Selain itu dibutuhkan juga dukungan infrastrukturnya, karena kalau SPBG-nya baru tersedia di Jakarta saja, juga sulit bagi kami untuk memasarkan produknya," tukas Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Gaikindo, Noegardjito.

Menanggapi hal tersebut, Vice President Corporate Communication PGN, Ridha Ababil menyatakan, PGN siap memenuhi tantangan dari pihak Gaikindo untuk memenuhi pembangunan SPBG dalam kurun waktu dua tahun ke depan, asalkan ada jaminan dari pemerintah terkait keberlangsungan serta percepatan dari program konversi tersebut.

"PGN inginnya ada jaminan infrastruktur, pasokan bagaimana, konsumennya bagaimana. Jadi harus ada penegasan dari pemerintah terkait keberlangsungan serta percepatan program konversi BBM ke BBG. Kalau sudah ada kepastiannya, jangankan dua tahun, satu tahun ke depan kita juga siap melaksanakannya," tegas Ridha.

Diakuinya, salah satu kendala yang dihadapi PGN dalam membangun SPBG adalah persoalan lahan. Dari rencana membangun 16 SPBG pada 2014, PGN baru berhasil membangun tujuh unit pengisian gas.''Mobile Refueling Unit (MRU) empat unit dan SPBG tiga unit. Kendalanya ada dipersoalan lahan, selama ini kita kesulitan untuk mendapatkan lahan. Dari 3 SPBG yang sudah berdiri semuanya didirikan dilahan milik PGN," tandasnya.

Peluang Pasar

Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), I Made Dana Tangkas sendiri optimistis, pangsa pasar mobil berbahan bakar alternatif akan menjadi pilihan utama konsumen di Indonesia. Dengan selisih harga BBM dibandingkan BBG sekitar Rp 4.400 hingga Rp 5.400 per liter, BBG pasti bakal menjadi pilihan utama bagi konsumen di Indonesia.

Toyota Indonesia sendiri, ungkap Made Dana sudah sejak tahun 2010 lalu melihat peluang pasar tersebut. Hanya saja waktu itu kebijakan yang menjadi prioritas pemerintah adalah mengoptimalkan potensi biofuel. "Sejak dua tahun lalu kita mempersiapkan mobil berbahan bakar etanol. Namun karena pasarnya di dalam negeri tidak terserap kita mengekspornya ke Amerika Latin.

Selain itu, TMMIN juga telah berhasil mengembangkan pemakaian bahan bakar gas alam atau dikenal Compress Natural Gas (CNG) untuk sejumlah kendaraan yang diproduksi di Indonesia seperti Limo dan Agya.

"Toyota sudah siap untuk memproduksi kendaraan berbahan bakar CNG jika pasar dan kebijakan sudah mendukung. Toyota Indonesia akan terus meningkatkan komitmen untuk berkontribusi mengenalkan dan menerapkan teknologi baru di bidang otomotif guna mendukung kehidupan masyarakat," ujar Made Dana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini