TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak terlalu mempermasalahkan komisaris perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berasal dari kalangan partai politik.
Sebab, para komisaris tersebut harus terlebih dahulu melakukan rangkaian proses yang berupaya memastikan calon pemimpin memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, atau bisa disebut fit and propert test.
"Aturannya sudah clear, siapa saja yang menjadi pengurus bank, baik direksi maupun komisaris harus lulus fit and propert test," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Menurut Muliaman, perbankan berpelat merah merupakan bank besar dan penting, sehingga diperlukan langkah pengelolaannya secara propesional. Terlebih, semua bank BUMN merupakan perusahaan Tbk (terbuka) yang banyak diperhatikan masyarakat.
"Siapapun dan latar belakang apapun yang mengisi tidak masalah, yang penting harus kompeten," ujar Muliaman.
Seperti diketahui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tiga bank BUMN seperti PT Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia, dan PT Bank Rakyat Indonesia, menunjuk kalangan politik menduduki posisi komisaris.
Cahaya Dwi Rembulan Sinaga menjadi komisaris independen Bank Mandiri. Dirinya, pernah menjadi calon desan dari Partai PDI-P dari pemilihan Kalimantan Tengah.
Kemudian, Pataniari Siahaan direstui pemegang saham BNI menjadi komisaris perseroan. Pataniari merupakan anggota Fraksi PDIP DPR RI pada 2004-2019 dan 1999-2004. Dirinya juga sempat maju kembali menjadi caleg pada Pileg 2014, tetapi tidak lolos.
Kemudian, Sony Keraf ditunjuk menjadi komisaris BNI. Ia merupakan, Menteri Negera Lingkungan Hidup periode 1999-2001 dan merupakan kader PDI-P.