TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan pelayanan kesehatan yang masih buruk di rumah sakit, salah satunya dikontribusi oleh lemahnya pengawasan yang dilakukan Pemerintah dan BPJS Kesehatan.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini, merujuk pada Peraturan Pemerintah No: 49/2013 tentang Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), fungsi pengawasan harusnya dilakukan Badan Pengawas RS (BPRS).
Sementara, merujuk pada UU 24/2011 tentang BPJS, pengawasan dilakukan oleh Dewan Pengawas BPJS dan DJSN.
Didalam UU 44/2009 tentang Rumah Sakit, lanjut Amelia, Kementerian Kesehatan punya kewenangan untuk mengawasi pelayanan kesehatan.
"Faktanya, semua institusi yang diamanatkan regulasi untuk mengawasi tersebut belum berjalan optimal, dan hal ini yang mengakibatkan pelayanan kesehatan masih rendah di RS," ujar Amelia di Gedung DPR RI, Senayan, Rabu (20/5/2015).
Menurutnya, institusi-institusi sebagaimana diamanatkan dalam regulasi itu, perlu adanya niat baik untuk memfungsikan diri sebagai pengawas pelayanan kesehatan.
"BPRS sampai saat ini belum juga beroperasi baik di tingkat pusat maupun provinsi sesuai amanat PP 49/2013," ucap politisi NasDem ini.
Terkait BPRS, Amelia mempertanyakan Kemenkes, pasalnya, Kemenkes yang harus membentuknya.
"Kemana Kemenkes selama ini?," tanyanya.
Padahal, dengan kehadiran BPRS, maka BPRS bisa meminimalisir fraud RS tentang ketersediaan kamar tidur, ICU, Nicu, Picu.
Berdasarkan temuan di lapangan, selama ini RS sering mendiskriminasi pasien BPJS ketika mencari kamar rawat inap, ICU, Picu maupun Nicu. Kalau pasien umum yang mampu bayar saat itu langsung dilayani, tapi kalau pasien BPJS sering dibilang penuh.
"Komisi IX DPR mendesak Kemenkes untuk mengeluarkan regulasi (Permenkes) yang menyataan bahwa data kamar tidur, ICU, Picu dan Nicu harus terbuka dan mudah diakses publik, sehingga pelayanan kesehatan publik terwujud," ujarnya.