TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- PT Dirgantara Indonesia tengah bersiap memacu bisnis komersial atau di luar pesanan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Jika sebelumnya pendapatan komersial hanya didapatkan dari penjualan komponen pesawat dan helikopter, perusahaan pelat merah ini siap menuai pendapatan dari penjualan pesawat komersial.
Perusahaan yang familier disebut PT DI itu menyiapkan dua seri pesawat, pertama pesawat CN 219. "Airbus pernah mengatakan kalau kami bisa bikin CN 219 ini maka dia mau bikin design centre di Indonesia. Itu yang membuat kami tertantang," ujar Budi Santosa, Direktur PT Dirgantara Indonesia kepada KONTAN, Jumat (22/5).
Kalau tak meleset, pesawat CN 219 sudah bisa terbang di akhir tahun 2015 nanti. PTDI berharap seri pesawat itu bisa mendatangkan keuntungan pada 2017-2018.
Meski penggarapan CN 219 belum sepenuhnya rampung, PT DI telah mendapatkan komitmen pembelian 75 pesawat. Para pembelinya adalah PT Nusantara Buana Air, PT Aviastar Mandiri, dan PT Trigana Air Service.
Seri kedua, pesawat CN 245. PT DI akan memulai pengerjaan pesawat ini pasca merampungkan penggarapan pesawat CN 219. Kalau penggarapan CN 245 bisa dimulai awal 2016, PT DI memperkirakan seri pesawat tersebut bisa mendatangkan keuntungan di tahun 2018-2019.
Pesawat seri CN 245 itu sejatinya bukan merupakan jenis pesawat baru. PT DI memodifikasinya dari pesawat seri CN 235 dan CN 295.
Asal tahu saja, hingga kini 70% pendapatan PT DI berasal dari order Kemhan. Sementara bisnis komersial hanya didapatkan dari penjualan komponen pesanan Airbus dan komponen helikopter.
Perusahaan itu berharap dua seri pesawat komersial anyar tadi bisa sedikit mengubah peta bisnisnya. "Kami di PT DI ini ingin jangan terlalu bergantung pada produk pertahanan. Tahun 2018 PT DI harus masuk pasar komersial," kata Budi.
PT DI tak mengungkapkan target porsi sumber pendapatan yang mereka incar. Manajemen perusahaan itu hanya bilang, jika porsi penjualan kepada pemerintah tidak bisa dikurangi. Dus, perusahaan itu akan berusaha supaya kedua lini bisnisnya, baik pemerintah maupun komersial sama-sama meningkat.
Target US$ 480 juta
Sepanjang kuartal I-2015, PT DI mengantongi kontrak baru US$ 60 juta. Tanpa memperinci kontrak barunya, perusahaan itu menargetkan perolehan kontrak baru sepanjang tahun US$ 490 juta.
Tahun lalu, PT DI masih mengantongi kontrak carry over US$ 407 juta. Jadi jika target kontrak anyar terpenuhi, total kontrak tahun ini menjadi US$ 897 juta. Untuk memuluskan upaya mencari kontrak anyar, PT DI membekali diri dengan dana belanja modal US$ 53,43 juta.
Budi menjelaskan, pola pencapaian kontrak PT DI bukan merupakan garis lurus, tapi lebih menyerupai kurva penjualan yang merangkak naik di pertengahan. Biasanya, perolehan kontrak baru akan naik cepat setelah kuartal II. "Tahun ini belum ada keputusan untuk penjualan alat utama sistem senjata TNI, biasanya baru di semester II," ujar dia.
PT DI berharap target perolehan kontrak anyar sejalan dengan target pendapatan. Tahun ini perusahaan tersebut berhasrat mencatatkan pendapatan US$ 480 juta. Target pendapatan itu meningkat 7,31% dibanding dengan realisasi pendapatan tahun 2014 yakni US$ 447,32 juta.
Sementara target laba bersih tahun ini adalah US$ 9,76 juta. Target ini justru mengempis 49,59% dari laba bersih sepanjang 2014 lalu, yakni US$ 19,36 juta. (RR Putri Werdiningsih)