News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

DPR: Presiden Jokowi Tak Perlu Ratifikasi FCTC

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengiris dan mengemas tembakau siap pakai di pabrik tembakau iris Padud Jaya di Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa (27/8/2013). Tembakau yang berasal dari Lombok, Madura, Sumedang, Garut dan tempat lainnya tersebut dikemas di pabrik ini mulai dari kemasan 25 gram hingga 100 gram dengan harga jual mulai Rp 1.500 - Rp 10.000 per bungkus. Pabrik yang dikelola sudah tiga generasi sejak 1960-an itu memasarkan produknya ke sejumlah kota di pulau Jawa dan luar Jawa dengan rata-rata produksi 50 ton per bulan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desakan kelompok anti tembakau yang meminta Presiden Jokowi meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagaimana disampaikan Lentera Anak Indonesia pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) beberapa waktu lalu, mendapat tanggapan anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Mukhamad Misbakhun.

“Upaya memaksa Presiden meratifikasi FCTC ini harus dilawan,” tegas Misbakhun di Jakarta, Senin (27/7/2015).

Menurutnya, kalau beleid asing itu diteken, hanya akan merugikan petani tembakau dan rokok kretek. Pasalnya, ini menyangkut nasib jutaan petani, pekerja industri maupun industri pendukung di dalamnya.

“Ada jutaan petani tembakau dan keluarganya yang harus dijadikan perhatian kelangsungan hidupnya. Bahwa, hak hidup mereka juga dijamin oleh konstitusi negara,” tegasnya.

Ditegaskannya, konstitusi kita sudah mengatur secara tegas sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 4 yang menyebutkan Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

“Agak aneh Indonesia sebagai negara produsen rokok terbesar, negara pemasok bahan baku tembakau, dan kretek yang berbahan baku lokal adalah produk asli Indonesia dibunuh sendiri oleh pemerintah melalui ratifkasi FCTC dan berbagai regulasi lainnya,” ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR ini mengakui, Indonesia belum siap meratifikasi FCTC, sebab ratifikasi itu tidak hanya berdampak pada petani tembakau, namun juga bakal merontokkan industri rokok kretek nasional. Fakta bahwa industri nasional kretek ini menyerap jutaan tenaga kerja. Belum lagi tenaga kerja di bisnis yang mendukung pertanian tembakau dan industri rokok kreteknya.

“Selain itu, rokok kretek di Indonesia sudah menjadi trade mark. Di dunia ini, rokok kretek hanya ada di Indonesia. Seharusnya, rokok kretek justu dilestarikan seperti halnya cerutu Kuba,” ujarnya.

Politisi Golkar ini mengingatkan, jika Presiden Jokowi mengaksesi FCTC, bisa diartikan pemerintah mengabaikan kesejahteraan rakyatnya. Kalau pemerintah ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat, salah satu yang dapat dilakukan adalah berlaku adil terhadap kelompok petani, termasuk dari komoditas tembakau.

“Dukungan pemerintah terhadap kelangsungan pertanian tembakau adalah bagian dari perwujudan kesejahteraan tersebut. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat adalah kewajiban bersama yang harus melibatkan semua stakeholders,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini