TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VII Kardaya Warnika menyoroti kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas terkait gas flare atau gas yang dibakar, karena tidak mampu dimanfaatkan di lokasi pengeboran Blok Cepu.
Saat ini masyarakat sekitar Blok Cepu sudah mengeluhkan dampak gas flare tersebut, karena bakal mempengaruhi kesehatan mereka, sehingga kondisi menimbulkan kerawanan dan potensi kericuhan masyarakat.
Gas flare di Blok Cepu sangat besar sampai 50 juta kaki kubik (MMBTU). Ini di luar batas maksimal yang dizinkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkuhan Hidup. Kardaya sudah tanyakan hal tersebut kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Sekjen dan jajarannya.
"Mereka sebagai pihak yang berwenang mengaku belum mengeluarkan izin gas flare ini. Malah izinnya dikeluarkan oleh Ditjen Migas. Hal ini sangat disesalkan," ujar Kardaya, Selasa (4/8/2015).
Sementara itu, Koordinator Program Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA), AC Rachman, menegaskan pemberian izin pembakaran gas atau gas flare di Blok Cepu oleh Ditjen Migas karena pejabat negara tidak mengerti tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
"Seharusnya Menteri ESDM Sudirman Said dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi memahani hal ini," kata Rachman.
Menurut Rachman para pejabat di sektor energi jangan melanggar aturan perizinan yang seharusnya dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Apalagi penggunaan izin gas flare sudah dilarang dan tercantum dalam UU Lingkungan Hidup
"Keputusan pemberian izin gas flare di Blok Cepu jelas sudah melanggar Undang-Undang," kata Rachman.