TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya pemerintah untuk kembali menaikkan target cukai rokok menuai banyak dikritik. Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moefti menganggap langkah pemerintah ini dapat mematikan industri.
“Kenaikan target cukai 2016 sebesar 23 persen ini sangat sangat eksesif, dibandingkan dengan kenaikan tahun-tahun sebelumnya yang berada di kisaran 7-9 persen,” ujar Moefti. Menurutnya, industri tembakau kini berada di ujung tanduk karena target yang dipatok pemerintah tidak memerhatikan daya beli konsumen.
Selama ini pemerintah selalu menjadikan cukai sebagai sumber penerimaan cadangan. Saat penerimaan lain gagal mencapai target, cukai selalu berhasil memenuhi target penerimaan. Saat ini cukai hasil tembakau menyumbang 95 persen penerimaan cukai dan sekitar 9,5 persen penerimaan pajak negara. Sebagai sumber penerimaan cadangan, setiap tahunnya pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau demi mengejar target penerimaan negara.
Namun Muhaimin Moefti menjelaskan pemerintah juga harus memerhatikan kemampuan industri. “Dalam kurun waktu lima tahun terakhir saja, ratusan perusahaan rokok gulung tikar dan telah terjadi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan kecil maupun besar. Ini harus diperhatikan oleh pemerintah,” lanjut Moefti.
Penurunan jumlah pabrikan tembakau dalam kurun waktu empat tahun memang sangat drastis. Pada tahun 2010, ada 1994 pabrikan tembakau di Indonesia. Menurun secara drastis pada tahun 2014 menjadi 995 pabrikan tembakau. Bahkan di tahun 2014, diperkirakan terjadi PHK terhadap lebih dari 20.000 pekerja industri rokok. Hal ini terjadi baik di perusahaan kecil dan besar.
Anggapan pemerintah bahwa kenaikan target cukai rokok dapat memenuhi target penerimaan negara dalam kondisi ekonomi lesu seperti ini juga dikritik oleh ekonom.
Menurut Ekonom Universitas Airlangga, Bambang Eko Afianto, pemerintah terlalu tergesa-gesa menaikkan target cukai rokok di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang sulit. “Bila cukai terlalu tinggi, target APBN belum tentu tercapai, yang rugi pemerintah,” ujar Bambang.
Memang kinerja industri tembakau di tahun 2015 ini juga tidak terlalu menggembirakan. seiring dengan lesunya kondisi ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari menurunnya produksi rokok di tahun 2014 dan 2015. Penurunan diperkirakan sebesar 2 persen dari produksi 2014 sekitar 344 miliar batang.
Sejalan dengan Muhaimin Moefti, Ekonom Universitas Airlangga ini meminta pemerintah lebih realistis dengan menaikkan target cukai pajak sebesar 7 persen. Bambang berharap pemerintah menyadari pentingnya industri rokok yang selama ini berkontribusi secara signifikan terhadap APBN.
Dalam mengambil keputusan menaikkan target cukai, pemerintah tidak pernah mengajak bicara asosiasi terkait untuk mencari solusi. Akibatnya pemerintah tidak memahami aspek ekonomi-sosial yang dibebankan dengan kenaikan target cukai ini.
Tak heran protes kepada pemerintah kerap berdatangan. Kali ini dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) yang menganggap pemerintah tidak mempertimbangkan bahwa kenaikan cukai rokok setiap tahun untuk menggenjot sumber penerimaan negara justru selalu berimbas pada penurunan produksi dan kenaikan harga rokok.
Selain itu tingginya harga rokok disertai tingginya demand dapat memunculkan rokok illegal. Hal ini dianggap justru merugikan pemerintah karena mematikan pabrik-pabrik resmi rokok dan menghidupkan pabrik illegal yang sulit dikontrol oleh pemerintah.
“Kalau cukai itu tinggi, rokok-rokok ilegal itu justru banyak bermunculan. Negara jadi tidak dapat apa-apa tapi perokok tetap saja banyak. Negara justru malah rugi,” tutur Ketua Umum AMTI, Budidoyo ketika ditemui, Sabtu (23/8/2015).
Budi melanjutkan kebutuhan masyarakat yang tinggi dan kemampuan finansial yang rendah akan mendorong mereka untuk membeli rokok illegal. “Orang kalau tidak cukup finansialnya, ya akhirnya beli rokok yang murah,” jelasnya.
Menanggapi protes dari berbagai pihak., Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro untuk mengkaji ulang target penerimaan cukai pada tahun 2016.
“Walaupun ekonomi global dan dalam negeri sedang melemah, namun bagaimana industri dalam negeri tetap tumbuh termasuk industri rokok," kata Saleh, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (20/8/2015).
Menperin mengatakan akan duduk bersama dengan Menkeu untuk mencari solusi terbaik agar keberlangsungan industri rokok di Indonesia tetap terjaga.