TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai rupiah masih terus melemah sepanjang pekan terakhir. Terpaan sentimen eksternal yang negatif menekan posisi rupiah di hadapan dollar Amerika Serikat (USD).
Pekan depan pun diduga keadaan belum akan banyak berubah.
Di pasar spot, Jumat (4/9) nilai tukar rupiah terhadap USD merosot 0,0,1 persen ke level Rp 14.172 dibanding hari sebelumnya dan dalam sepekan terakhir tergerus 1,35 persen.
Sejalan, nilai rupiah di kurs tengah Bank Indonesia pun merosot 0,12 persen di level Rp 14.178 serta sudah terkikis 1,19 persen sepanjang pekan.
Agus Chandra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan tekanan besar bagi rupiah pekan ini datang dari gejolak ekonomi di China.
Awal pekan, bursa saham China sempat merosot tajam. Namun memang sentimen negatif dari China berhenti dua hari terakhir ini karena pasar Negeri Tirai Bambu sedang libur memperingati berakhirnya perang dunia kedua.
Pengaruh China bagi rupiah cukup besar karena dengan memburuknya perekonomian China bisa dipastikan akan menggerus kepercayaan pelaku pasar terhadap aset berisiko lainnya di Asia termasuk rupiah.
“Tidak hanya China, tapi antisipasi pasar menanti sinyal The Fed jelang pertemuan FOMC Rabu (16/9) dan Kamis (17/9) mendatang juga menambah tekanan koreksi,” jelas Agus.
Sikap hati-hati pelaku pasar terhadap langkah kebijakan moneter The Fed selanjutnya bukan tanpa alasan.
“Data ekonomi AS terus menyajikan data yang positif ini menegaskan potensi kenaikan The Fed rate,” kata Agus.
Selain memang faktor internal seperti data inflasi tidak cukup kuat untuk membantu nilai rupiah.
"Sebab data inflasi terhitung biasa saja serta pasar masih menanti paket kebijakan stimulus dari yang sudah direncanakan oleh pemerintah," tambah Agus.(Namira Daufina)