News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Listrik Prabayar

Lusa, DPR akan Klarifikasi ke PLN soal 'Mafia Listrik'

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) turut menyoroti tuduhan Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli terkait mafia pulsa listrik.

Komisi VI yang menjadi mitra PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana memanggil Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk menanyakan pulsa listrik prabayar.

"Kami akan klarifikasi langsung kepada PLN," kata Ketua Komisi VI Achmad Hafisz Tohir, saat dikonfirmasi, Selasa (8/9/2015).

Menurut Hafisz, lusa pihaknya akan memanggil Dirut PLN ke DPR. Pihaknya akan menggelar rapat dengar pendapat dengan perusahaan listrik negara tersebut.

"Kamis (10/9/2015) kami akan tanyakan dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI," tandasnya.

Sebelumnya, Rizal Ramli meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik. Sebab, kata Rizal, masyarakat pelanggan pulsa listrik sistem prabayar sering kali mendapat pulsa listrik jauh lebih rendah daripada nominal yang dibeli.

"Mereka membeli pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal, Senin (7/9/2015).

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, entah dari mana angka Rp 73.000 itu. Faisal menghitung, dengan asumsi harga atau tarif listrik prabayar untuk pelanggan golongan rumah tangga R1dengan daya 1.300 Volt Ampere (VA), yang sebesar Rp 1.352 per kilowatt hour (kWh).

Dari Faisal, jika pelanggan golongan R1-1.300VA membeli token (prabayar) Rp 100.000, maka pelanggan tersebut akan menerima 70 kWh atau hanya lebih rendah 5,3 persen, dan bukannya 27 persen sebagaimana disampaikan Rizal Ramli.

Jumlah kWh yang didapat pelanggan sebesar 70 kWh tersebut, jika dinominalkan sama dengan Rp 94.726. Dengan kata lain, pelanggan yang membeli pulsa listrik Rp 100.000 akan mendapatkan token senilai Rp 94.726 atau hanya susut 5,3 persen.

Faisal menjelaskan, penyusutan tersebut terjadi karena biaya administrasi yang harus dibayar pelanggan, serta pajak penerangan jalan (PPJ).

Perhitungan Faisal menggunakan asumsi, pelanggan membeli pulsa listrik melalui layanan perbankan BCA dengan biaya administrasinya sebesar Rp 3.000. Sedangkan PPJ yang dibayarkan, menggunakan standar Jakarta sebesar 2,4 persen dari jumlah kWh yang dibayar.

“Jadi uang pelanggan hanya susut 5,3 persen untuk biaya administrasi bank dan PPJ, bukan 27 persen seperti yang ditengarai oleh Pak Menko disedot mafia,” kata dia.

“Dari hitung-hitungan di atas, agaknya tak ada pihak lain (mafia atau setengah mafia) yang menikmati uang pelanggan prabayar,” sebut Faisal.

Namun Faisal juga mempertanyakan mengenai para pejabat terkait yang hadir saat itu karena tidak mengoreksi pernyataan Rizal tersebut. "Anehnya, mengapa Dirjen Kelistrikan dan Dirut PLN yang hadir pada pertemuan dengan Pak Menko diam saja?" kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini