News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

FinTech Indonesia Lahir Saat Investor Digital Global Sedang Berpesta di Tanah Air

Penulis: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Setelah e-commerce, tren berikutnya yang kini santer disebut para pengamat dunia digital sedang menyedot perhatian investor global adalah startups fintech (financial technology) di Indonesia.

Berkaitan dengan itulah, sejumlah perusahaan fintech, keuangan dan digital di Indonesia, seperti: Bareksa, Kejora, CekAja, Doku, Bank Mandiri, Veritrans, dan Kartuku, meluncurkan pendirian asosiasi perusahaan teknologi finansial yang diberi nama FinTech Indonesia.

Peluncuran itu berlangsung di InvestDay 2015 yang mengangkat tema “FinTech: A Game Changer for Indonesia’s Financial World”. Acara ini dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, dan Regional Director IFC-World Bank Group Ivan Mortimer-Schutts, termasuk 1.600 lebih pemimpin lembaga keuangan, fund managers, komunitas FinTech dan e-commerce, serta mahasiswa. Juga, digelar ekshibisi yang melibatkan lebih dari 30 perusahaan finansial dan fintech.

“Meski pasar modal sedang dalam ‘bearish’ mode, para investor digital global justru sedang‘bullish’ terhadap startups fintech di Indonesia,“ kata Karaniya Dharmasaputra, Founder/CEO Bareksa (portal finansial dan marketplace reksa dana). “Fintech kini dipandang sebagai supercar, ibarat Ferrari atau Maserati-nya dunia digital.”

Salah satu contohnya, demikian dijelaskan Karaniya, adalah CyberAgent Ventures asal Jepang yang belum lama ini mengumumkan bahwa separuh dari fund baru mereka, total US$50 juta, akan dialokasikan untuk startups Indonesia, di mana fintech akan menjadi fokus utama.

“Kami berharap FinTech Indonesia dapat menjadi mitra pemerintah untuk membangun ekosistem dan mendayagunakan teknologi finansial untuk memperluas jangkauan dan memperdalam penetrasi dunia keuangan kita, serta mendukung target OJK mencapai 5 juta investor individual di tahun 2017 nanti,” demikian Karaniya menjelaskan misi FinTech Indonesia seperti tertulis dalam keterangan pers yang diterima Tribun.

Sementara itu Presiden Direktur Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa teknologi finansial membantu bank dengan aset terbesar di Indonesia ini untuk menjangkau nasabah penabung yang lebih luas.

Bank Mandiri memiliki aplikasi baru dimana siapapun yang memiliki nomor telepon genggam – walaupun bukan nasabah Bank Mandiri -- dapat menerima transfer dana dari nasabah pemilik rekening Bank Mandiri melalui pengiriman SMS.

Penerima transfer dana melalui SMS ini hanya dapat mencairkan dananya bila ia mengunduh aplikasi SMS banking Bank Mandiri, dan saat penerima transfer dana selesai mengunduh aplikasi ini, otomatis ia menjadi nasabah Bank Mandiri dan dapat mengirim dana ke siapa saja pemilik nomor telepon genggam.

Sebastian Togelang, Founding Partner Kejora (perusahaan pengembang startups) yang juga merupakan inisiator FinTech Indonesia mengungkapkan, “Fintech memegang peranan sangat penting dan akan menjadi salah satu tulang punggung di dunia finansial di Indonesia. Fintechdapat digunakan untuk mendidik, meningkatkan transparansi, mempermudah proses, sehingga menambah efisiensi dan menjangkau banyak pengguna hingga ke seluruh pelosok Indonesia. Semua ini akan berdampak positif bagi jumlah nasabah dan pengguna jasa finansial untuk membantu mendongkrak perekonomian di Indonesia.“

FinTech dan financial inclusion

Selain itu, fintech punya posisi strategis untuk mendorong program financial inclusion – yang kini menjadi salah satu ‘mantra’ dalam program pembangunan di mana-mana.

Hal itu dipaparkan John Patrick Ellis, Founder/CEO CekAja dan Compare88 Group, “Layanan teknologi finansial adalah cara inovatif dan inklusif untuk merangkul jutaan warga Indonesia masuk ke dalam sektor perbankan dan jasa keuangan. Teknologi dapat menjadi jembatan akses dan menciptakan kondisi inklusif yang penting buat laju pertumbuhan ekonomi. Seiring ekonomi kita bertumbuh, dan semakin banyak warga yang hidupnya menjadi lebih sejahtera, menyediakan akses terhadap layanan keuangan yang layak adalah fondasi perekonomian yang penting. Di era teknologi ini, peran layanan keuangan berevolusi, dan FinTech Indonesia adalah sebuah inisiatif untuk ikut berperan serta dalam dialog di area ini, secara konstruktif, positif, dan inklusif.”

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution melihat bahwa pengembangan fintech di Indonesia sangat membantu untuk kehidupan masyarakat, karena membantu orang bekerja memiliki pemasukan lebih tinggi dibandingkan dengan cara biasa.

"Artinya kalau investor tertarik melihat bisnisnya, saya melihat masyarakat juga memperoleh manfaat dari teknologi ini. Ini sesuatu yang mau tidak mau terus berkembang dan membuka banyak peluang," katanya.

Dalam hal finansial inclusion, Darmin mengatakan bahwa perkembangan fintech ini dapat menyentuh kalangan usaha kecil dan menengah untuk mencari pembeli, termasuk yang berada di luar negeri. Dengan demikian, ekspor bisa didorong dan ekonomi bisa tumbuh.

Adapun pemerintah, melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dapat mendukung perkembangan financial inclusion melalui peraturan yang solid. BI akan berfokus ke sistem layanan sedangkan OJK akan melihat produk bank. "Apapun akan diatur, termasukbranchless banking. Kita jangan menghambat," katanya.

Memang, Financial inclusion merupakan tantangan global. Data Bank Dunia memperkirakan di tahun 2015, masih ada sekitar 2 miliar orang yang belum memiliki rekening bank (unbanked).

Dan Indonesia masih menjadi bagian dari tantangan ini. Di tahun 2014, cuma 36% warga Indonesia berumur 15 tahun ke atas yang tercatat memiliki rekening bank dan keuangan. Angka ini tergolong salah satu yang paling rendah di kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Persoalan serupa, Karaniya menambahkan, juga membelit dunia investasi di Indonesia. Tingkat penetrasi dan literasi investasi masih teramat rendah.

Dibandingkan negara-negara lain, nilai dana kelolaan (asset under management) reksa dana di Indonesia cuma sekitar 2% dari PDB. Padahal, di Amerika Serikat total AUM sudah mencapai 82% PDB, Malaysia 49,6%, Thailand 20,3%, dan Filipina 19,5%. Apalagi, janganlah dibandingkan dengan Singapura, yang sudah mencapai hampir 500% dari PDB.

Jumlah investor reksa dana di Indonesia pun masih sangat sedikit. Jumlahnya kini, menurut data OJK, diperkirakan baru sekitar 162 ribu orang. Artinya, ini cuma sekitar 0,07% dari total populasi; jauh tertinggal dibandingkan AS yang telah mencapai 85%, Malaysia 51%, dan bahkan Thailand yang sudah 2,2%.

Karena itu, Karaniya menekankan, teknologi finansial menawarkan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan ini. “Bukan hanya ibarat Maserati yang mengkilat, fintech juga sejatinya adalah pedati yang teramat penting untuk financial inclusion, untuk menghantarkan sebagian masyarakat kita supaya segera masuk ke dalam sistem keuangan modern.”

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini