TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan devisa hasil ekspor tetap di perbankan dalam negeri.
Hal itu untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sekaligus meningkatkan cadangan devisa negara.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan salah satu caranya devisa tidak kabur ke bank di Singapura, melalui penurunan pajak bunga deposito.
Pajak yang dipotong di perbankan Singapura lebih rendah daripada di Indonesia, karena itu banyak eksportir memilih negara tetangga sebagai tempat penyimpanan devisa.
"Kami melakukan simulasi tingkat bunga di Indonesia apabila setelah dikurangi dengan pajak bunga deposito ini, masih lebih tinggi 1-2 persen dibanding tingkat bunga Singapura," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Bambang memaparkan eksportir selama ini melaporkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) kepada Bank Indonesia dan disimpan dalam bentuk deposito.
Namun penyimpanan diperbankan Indonesia hanya sementara karena pajak bunganya mencapai 20 persen jika membawa dollar AS.
"Misalnya deposito dollar maka saat ini berlaku pajak bunga deposito 20 persen. Itu normalnya," kata Bambang.
Dengan beberapa revisi tarif pajak bunga deposito, eksportir yang menyimpan dalam bentuk deposito satu bulan tarifnya diturunkan jadi 10 persen.
Kemudian, untuk penyimpanan tiga bulan, pajak bunga depositonya tinggal 7,5 persen, kalau enam bulan 2,5 persen, dan diatas 6 bulan 0 persen alias tidak kena pajak bunga deposito.
"Penurunan tarif kalau nyimpannya tetap dalam mata uang dolar, tapi di deposito perbankan Indonesia," kata Bambang.
Bambang menambahkan jika hasil DHE bermata uang dollar AS ditukar ke rupiah maka tarifnya satu bulan itu langsung 7,5 persen, tiga bulan persen dan 6 bulan langsung 0 persen.
"Keputusan ini sudah koordinasi kami dengan BI. Tentunya diharapkan para eksportir kita terutama yg basisnya Sumber Daya Alam benar-benar mau taruh DHE nya di perbankan Indonesia," papar Bambang.