Misalnya, dengan perubahan kontrak ini Pelindo II akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar US$ 10 juta per bulan atau US$ 120 juta setahun, naik dua kali lipat dibandingkan kontrak lama.
Pelindo II juga mengantongi uang muka kontrak perpanjangan sebesar US$ 265 juta.
Dana itu bisa digunakan untuk investasi baru bagi pengembangan infrastruktur maritim di Indonesia.
Keuntungan besar lainnya bagi Pelindo II adalah kepemilikan saham di JICT yang semula minoritas menjadi mayoritas, yaitu 51%. Dengan demikian Pelindo II akan mengontrol penuh bisnis JICT demi keuntungan dan kepentingan Indonesia.
Sejalan dengan kontrak perpanjangan, pengelolaan terminal 2 JICT akan diserahkan kembali kepada Pelindo II.
Dengan aset tersebut, dalam kurun waktu 2014- 2019, Pelindo II berpotensi meraih pendapatan dari operasionalisasi terminal II JICT hingga US$ 135 juta.
Komite pengawas JICT juga menyayangkan sikap SP JICT yang melakukan protes anarkis terhadap kebijakan PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo) II. Sebagai pemegang saham, Pelindo II memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan strategis selama prosesnya dilakukan secara transparan dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Ketua Komisi Pengawas JICT Erry Riyana Hardjapamekas menilai perilaku SP JICT sudah di luar koridor kewajaran.
Penolakan yang dilakukan pekerja terhadap kebijakan Pelindo II memperpanjang konsesi pengelolaan terminal JICT dan KOJA dengan Hutchinson Port Holding (HPH) tidak relevan.
Pasalnya perjanjian itu telah melalui proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Perpanjangan konsesi itu sudah sangat transparan dan mengikuti proses tender sebagaimana mestinya. Dengan perpanjangan ini Pelindo II akan menjadi pemegang mayoritas JICT dan memperoleh banyak keuntungan secara finansial. Kami di Komisi pengawas tidak menemukan adanya pelanggaraan," tegas mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.