News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Paket Kebijakan Ekonomi Dinilai Abaikan BUMN

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DEREGULASI EKONOMI - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menerangkan secara singkat Paket Kebijakan Ekonomi yang baru diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah Menteri Kabinet Kerja bidang perekonomian dan Pimpinan lembaga keuangan di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (9/9/2015). Pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya menggerakan ekonomi nasional melalui berbagai paket kebijakan ekonomi, pengembangan ekonomi makro yang kondusif, menggerakan ekonomi nasional, dan melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakan ekonomi pedesaan. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi dan migas dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai empat paket kebijakan ekonomi Pemerintahan Jokowi terlalu mengistimewakan swasta.

Sebaliknya justru mengabaikan badan usaha milik negara (BUMN).

Menurut Salamuddin, seharusnya pemerintah mendukung BUMN melalui kebijakan ekonomi yang disusun sehingga mereka lebih kuat dan efektif.

"Ini malah terbalik. BUMN justru banyak dibebani dengan disinsentif yang malah mempersulit mereka. Sedangkan swasta, entah asing maupun dalam negeri justru begitu dipermudah," katanya, akhir pekan lalu.

Dalam kondisi demikian, tambahnya, BUMN semakin terjepit, padahal, mereka yang sebenarnya menjadi salah satu kekuatan ekonomi nasional.

"Setidaknya BUMN harus mendapat perlakuan yang sama dengan swasta. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan atau ketidakadilan," katanya.

Menurut Salamuddin, pemerintah terkesan menganak-emaskan swasta dan menganaktirikan BUMN.

BUMN, lanjutnya, hanya dijadikan sebagai sapi perahan, padahal, selama ini sudah dibebani dengan tiga kewajiban sekaligus, yakni, harus mematuhi UU tentang BUMN, UU tentang Perseroan Terbatas, dan wajib pula menyisihkan keuntungan untuk program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

Salamuddin mengungkapkan salah satu keistimewaan yang diberikan kepada swasta adalah terkait pembelian minyak mentah oleh perusahaan swasta, PT Tri Wahana Universal (TWU).

Dalam kontrak kerja pembelian dari lapangan Banyu Urip (Blok Cepu) dengan pipa hanya berjarak sekitar 6 km tersebut, PT TWU membeli dengan harga US$ 50-3,5/bbl.

Anehnya, dari komponen US$ 3,5/bbl tersebut, selain transportasi, terdapat komponen margin kilang dan keekonomian kilang sebesar 1,0 - 1,5 dolar AS/bbl.

Adanya komponen margin kilang tersebut memang memunculkan tanda tanya besar, lanjutnya, karena bagaimana mungkin PT TWU mendapatkan margin kilang dari pembelian minyak mentah.

Apalagi, karena pada akhirnya negara yang harus menanggung margin kilang milik swasta tersebut.

Di sisi lain, menurut dia, PT TWU tentu sangat diuntungkan dengan kondisi tersebut, karena jika membeli 16 ribu barel per hari, maka dalam setahun perusahaan itu sudah memperoleh margin kilang sekitar US$ 5,8 juta.

Dikatakannya, karena berupa margin kilang, maka keuntungan yang sangat fantastis tersebut sudah didapat sebelum mereka melakukan apapun, yakni sebelum mereka mengolah minyak mentah tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini