Ia menyarankan adanya perbaikan regulasi guna menciptakan sinergi yang lebih baik antara pusat dan daerah.
Pengamat dan praktisi hukum, Acong Latif, mengatakan masyarakat ingin tahu mengapa PAP menimbulkan kegaduhan tersendiri ketika Inalum sudah menjadi BUMN, ini berbeda ketika Inalum masih berstatus sebagai PMA yang PAP-nya tidak dipermasalahkan.
Pada masa PMA, PAP termasuk pajak-pajak daerah lainnya yang dibayarkan oleh Inalum sebagai satu kesatuan yang disebut annual fee kepada Pemerintah.
Annual fee diatur dalam perjanjian induk antara investor Jepang dengan Pemerintah Indonesia, selanjutnya annual fee dikembalikan kepada Pemprov Sumut dan 10 kabupaten atau kota secara proporsial yang melingkupi Danau Toba dan aliran Sungai Asahan, transmisi serta lokasi pabrik peleburan, masing-masing kabupaten Toba samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, Tapanuli Utara, Simalungun, Asahan, Batubara, kota Tanjung Balai.
“Formula perhitungan annual fee berbeda dengan perhitungan pajak, komponen perhitungannya terdiri iuran tetap, yaitu sebesar 2,600,000 dolar AS dan iuran variable yang tergantung pada harga Aluminium dunia (London Metal Exchange). Peruntukan dari annual fee juga sudah diatur, yaitu terdiri dari pajak air permukaan, pajak bumi dan bangunan, dan pajak lainnya,” kata Heri.
Sebelumnya, Plt Gubernur Sumut menerima Direksi Inalum yang hendak mengkaji ulang semua aspek secara komprehensif untuk selanjutnya dibentuk tim pengkaji dari berbagai unsur dinas terkait.
Masyarakat dan dunia usaha di Sumatera Utara maupun calon investor tentunya berharap banyak agar hasil kajian ini memberikan titik temu bagi kedua belah pihak.