TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Menteri ESDM Sudirman Said soal rekomendasi berupa Surat Persetujuan Ekspor (SPE) untuk Freeport bisa digugat.
Kebijakan tersebut dianggap menabrak Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
"Kita harus menekan bagaiman komitmen Freeport terhadap UU Minerba. Bila perlu izin konsentrat itu kita gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," kata Pengamat Kebijakan Energi Yusri Usman dalam pernyataannya, Kamis(26/11/2015).
Yusri mengatakan seharusnya pemerintah jangan dulu memberikan izin ekspor untuk Freeport sebelum mereka menuntaskan berbagai kewajibannya, salah satunya yakni membangun pengolahan hasil tambang atau smelter.
Dengan adanya smelter tersebut, pemerintah bisa mengetahui sumber daya alam apa saja yang dibawa Freeport.
"Kita akan tahu mineral-mineral berharga apa saja yang dihasilkan smelter itu. Tau kita nanti mineral apa yang diambil Freeport," kata Yusri.
Aturan hukum mengenai pembangunan smelter itu, tertuang dalam UU Minerba Pasal 170.
Peraturan itu menyebutkan bahwa pemegang kontrak pertambangan, dalam hal ini Freeport, yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian.
Nah, proses pemurnian itu nantinya dilakukan oleh smelter.
Dengan demikian, lanjut Yusri, pemberian Surat Persetujuan Ekspor ini jelas telah menabrak UU Minerba.
Sebab, hingga kini smelter yang dijanjikan oleh Freeport belum juga berdiri.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah memberikan rekomendasi perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga sebesar 775.000 ton untuk enam bulan ke depan kepada PT Freeport Indonesia (PTFI).
Rekomendasi berupa surat persetujuan ekspor (SPE) itu diberikan pada 29 Juli 2015 lalu.