TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tertanggal 25 Desember 2015 yang mengatur larangan beroperasinya kendaraan angkutan barang mulai 30 Desember 2015 sampai 3 Januari 2016 mulai menuai protes perusahaan logistik.
Mereka mengaku keberatan atas aturan yang diterapkan tanpa sosialisasi. Aturan yang tiba-tiba ini diklaim akan meningkatkan beban operasional perusahaan.
"Kami ini di logistik kan harus mengejar target tutup tahun yang jumlah justru lebih banyak dari biasanya," ungkap Kyatmaja Lookman, Managing Director PT Lookmandjdja Logistik kepada KONTAN, Sabtu (26/12/2015).
Mau tidak mau dengan aturan ini, perusahaan harus menghentikan proses pengiriman pada tanggal 30 Desember nanti.
Padahal sejak beberapa bulan sebelumnya perusahaan sudah merencanakan untuk melakukan pengiriman pada tanggal demi mengantisipasi hari libur pada 31 Desember.
Dalam hitung-hitungan Kyatmaja waktu pengiriman yang semakin singkat ini bakal meningkatkan beban pengiriman 30 persen lebih tinggi dari perkiraan awal. Namun Kyatmaja masih belum bisa memperkirakan berapa persisnya kerugian tersebut. Kata dia, sudah pasti biaya penyimpanan akan meningkat.
"Kalau semula diperkirakan bisa diselesaikan dalam 7 hari, tapi sekarang kami hanya punya waktu 4 hari, sudah pasti bebannya akan membengkak," tandasnya.
Menurutnya larangan operasi truk barang ini baru pertama kalinya diterapkan pada saat liburan Natal dan Tahun Baru. Selama ini larangan truk hanya diterapkan pada saat Lebaran saja. Kata dia, khusus untuk mengantisipasi Lebaran saja, biasanya perusahaan sudah membuat perencanaan sejak 2 bulan sebelumnya.
Asal tahu saja, surat edaran no 48 tahun 2015 itu muncul setelah terjadi kemacetan cukup parah menuju Jawa Tengah dan Jawa Barat pada 23 Desember lalu. Demi mengantisipasi arus balik, pemerintah pun menghentikan pengoperasian angkutan barang. Truk yang masih boleh melintas khusus berisi sembako dan bahan bakar minyak.