TRIBUNNEWS.COM - Rabu (20/1/2016) menjadi momen yang bersejarah di industri penerbangan, khususnya bagi produsen pesawat asal Perancis Airbus, dan umumnya bagi dunia penerbangan.
Pada tanggal tersebut, Airbus secara resmi menyerahkan pesawat jenis A320 terbaru mereka, yaitu A320neo (new engine option) kepada operator pertamanya, maskapai asal Jerman Lufthansa.
Momen tersebut menandai babak baru di dunia penerbangan, khususnya dalam hal efisiensi pesawat, serta perlombaan dalam hal pengurangan emisi (gas buang).
Tuntutan industri
A320 adalah seri pesawat narrowbody jarak pendek-menengah yang paling laris yang diproduksi oleh Airbus hingga saat ini. Pesaingnya adalah Boeing seri 737. Seri A320 terbang perdana sejak 1987, dan kini telah berumur 30 tahun.
Hingga 2015, Airbus mengklaim A320-nya telah dioperasikan oleh 380 maskapai dan operator di seluruh dunia, dengan jumlah mencapai 5.400-an unit. Airbus pun merasa perlu melakukan peremajaan untuk pesawat narrowbody terlarisnya itu.
Proyek modernisasi Airbus seri A320 sudah diinisiasi oleh pabrikan Perancis itu sejak 2006 lalu. Beberapa sektor yang menjadi perhatian antara lain adalah desain aerodinamika pesawat dan kemampuan mesin.
Dari sisi aerodinamika, Airbus menambahkan desain sayap yang melengkung di ujungnya (Sharklet) untuk mengurangi drag akibat turbulensi udara yang terjadi di ujung sayap.
Dengan berkurangnya drag (daya hambat), maka bahan bakar yang dibutuhkan untuk melaju (thrust) menjadi lebih irit.
Dari sisi kemampuan mesin, Airbus berharap A320neo memiliki mesin yang lebih irit bahan bakar, sedikit mengeluarkan emisi, menghasilkan daya jelajah yang lebih jauh, serta meningkatkan perbandingan konsumsi bahan bakar per kursi penumpang.
Jika Airbus memiliki program A320neo, maka pesaing beratnya asal Amerika Serikat, Boeing juga melakukan hal yang sama dengan program B737 MAX. Pesawat seri 737 generasi terbaru Boeing itu rencananya akan terbang perdana pada tahun 2016.
Langkah yang dilakukan Airbus dalam melakukan peremajaan A320-nya tersebut selain memenuhi hitung-hitungan di sisi bisnis, juga didorong oleh kesepakatan di antara pelaku industri penerbangan yang tergabung dalam IATA (International Air Transport Association).
Pada sidang IATA 2009 lalu di Kuala Lumpur, pelaku-pelaku dunia penerbangan berkomitmnen untuk tidak menambah lagi emisi karbon yang dihasilkan oleh industri penerbangan mulai 2020 nanti, walau jumlah frekuensi penerbangan akan terus meningkat.
Lebih lanjut, pelaku industri penerbangan juga berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan sebanyak 50 persen pada 2050 nanti, dibandingkan dengan tingkat emisi karbon pada 2005.
Keunggulan Neo
Apa yang dilakukan oleh Airbus dalam program peremajaan armada A320-nya tak lepas dari dukungan pemasok mesin, yaitu Pratt & Whitney dan CFM.
Jika Airbus melakukan perombakan desain kabin dalam A320neo, sehingga mampu mengangkut kapasitas 20 kursi lebih banyak dibanding A320 saat ini, sehingga konsumsi bahan bakar per penumpangnya menjadi lebih hemat 20 persen, maka CFM dan Pratt & Whitney melakukan inovasi dari sisi kemampuan mesin yang memberi tenaga generasi terbaru A320 itu.
Menurut Pratt & Whitney, seperti dikutip KompasTekno dari Forbes, Jumat (21/1/2016), konsumsi bahan bakar yang rendah dari mesin seri PW1100G yang dipakai A320neo secara signifikan mengurangi emisi karbon.
PW1100G dipasangkan dengan desain aerodinamika baru rancangan Airbus diharapkan bisa mengurangi emisi karbon sebanyak 16 persen, jumlah yang selama ini belum bisa dicapai oleh pesawat sekelas yang beroperasi saat ini.
Jumlah 16 persen itu oleh Pratt & Whitney setara dengan 3.600 metrik ton emisi, atau setara dengan menanam 900.000 pohon, per pesawat per tahun.
Mesin pembakaran Talon X di dalamnya diklaim menghasilkan gas Nitrous Oxide (NOx) lebih rendah antara 30 hingga 50 persen.
Dalam hal kebisingan, mesin PW1100G dalam A320neo juga dirancang bisa mengurangi suara bising sebesar 75 persen, atau sekitar 20 desibel lebih rendah dibanding standar saat ini.
Apa artinya dengan suara bising yang lebih rendah ini? Bagi maskapai, mereka bisa memangkas biaya kebisingan dan terbang lebih rendah di rute-rute yang lebih pendek.
Bagi bandara-bandara, suara bising yang rendah memungkinkan mereka beroperasi lebih lama sehingga bisa meningkatkan revenue tanpa merugikan lingkungan sekitar.
Sementara bagi penumpang, mereka bisa menikmati kabin yang lebih senyap. A320neo diklaim memiliki kebisingan 85 desibel atau sekitar 50 persen lebih senyap dari generasi A320 saat ini.
Produsen mesin lain untuk A320neo, yaitu CFM saat ini masih menguji seri CFM56-nya yang digadang-gadang lebih irit bahan bakar dan emisi karbon sebesar 15 persen dibanding mesin-mesin jet saat ini, serta menghasilkan gas Nitrous Oxide (NOx) lebih rendah hingga 50 persen.
Operator A320neo di Indonesia
A320neo oleh Airbus diklaim telah dipesan sebanyak 3.327 unit. Jumlah tersebut berdasar firm order (pesanan yang sudah pasti) yang diterima Airbus per 31 Desember 2015.
Dari beberapa maskapai di dunia yang memesan A320neo tersebut, beberapa di antaranya juga berasal dari Indonesia. Maskapai Indonesia yang diketahui telah memesan A320neo adalah Lion Air dan Citilink.
Sementara AirAsia walau juga memesan seri A320neo, namun belum diketahui peruntukannya, apakah hanya untuk AirAsia Malaysia saja atau AirAsia Indonesia juga akan kebagian.
Citilink menurut keterangan resmi di situs Airbus, memesan sebanyak 25 unit A320neo. Kontrak yang ditandatangani pada Desember 2012 lalu tersebut menandai pembelian langsung (direct purchase) pertama Citilink dari Airbus.
Nilai pesanan diperkirakan mencapai 2,42 miliar dollar AS, setara Rp 23,3 triliun mengacu pada daftar harga pesawat Airbus saat itu.
Sementara itu, masih menurut keterangan resmi di situs Airbus, maskapai Lion Air juga diketahui memesan 234 unit A320 yang 109 di antaranya adalah varian A320neo, 65 A321neo, dan 60 sisanya adalah varian A320 biasa seperti yang beroperasi saat ini.
Maskapai swasta terbesar di Indonesia itu menandatangani kontrak pembelian di Paris, Perancis pada Maret 2013.
Nilai kontrak yang dilakukan oleh Lion Air memecahkan rekor pembelian Airbus, yaiu senilai senilai 24 miliar dollar AS atau setara Rp 234,24 triliun. Pengiriman A320neo pesanan Lion Air dijadwalkan mulai 2016 ini hingga 2027 mendatang.
Penandatanganan kontrak pembelian itu dilakukan oleh CEO Lion Group Rusdi Kirana dan perwakilan Airbus, serta disaksikan langsung oleh Presiden Perancis, François Hollande.
Maskapai AirAsia juga diketahui memesan sebanyak 64 A320neo. Pembelian itu dilakukan oleh AirAsia Group, sehingga peruntukannya belum jelas, apakah Indonesia AirAsia juga akan kebagian A320neo atau tidak.
Penandatanganan kontrak pembelian dilakukan pada Desember 2012 lalu, dan pengirimannya direncanakan antara 2016 hingga 2026. (Reska K. Nistanto - Kompas Tekno)