TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Teorinya, harga minyak yang terus mengalami penurunan disambut baik oleh maskapai penerbangan. Alasannya, dengan harga minyak yang semakin murah, harga avtur dan biaya operasional terkait bahan bakar juga akan menurun.
Namun, pada ajang Singapore Airshow, beberapa pihak maskapai penerbangan justru mengeluhkan harga minyak yang kian tergelincir. CEO Qatar Airways Akbar Al Bakar menjelaskan, pihaknya sama sekali tidak senang dengan penurunan harga minyak.
"(Harga minyak yang turun) menurunkan perjalanan bisnis. Perusahaan mengencangkan ikat pinggang dan akan ada penurunan ekonomi," kata Al Bakar seperti dikutip dari CNBC, Rabu (17/2/2016).
Qatar Airways berkantor pusat di Timur Tengah yang sangat bergantung kepada ekspor minyak. Al Bakar menjelaskan, banyak pihak memandang penurunan harga minyak akan menstimulasi perekonomian. Namun, yang sebenarnya terjadi malah sebaliknya.
"Rendahnya biaya bahan bakar saat ini bukan berita bagus bagi kami karena ada penurunan perjalanan dengan menggunakan pesawat karena melemahnya bisnis akibat resesi yang akan terjadi akibat penurunan harga minyak," jelas Al Bakar.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk M Arief Wibowo menjelaskan, menurunnya harga minyak juga berdampak pada penjualan top-line perseroan. "Harga minyak akan berdampak pada perusahaan minyak dan industri yang berkaitan dengan minyak," ujar Arief.
Beberapa perusahaan minyak besar dunia telah memangkas jumlah karyawan akibat harga minyak yang terus melemah. Pada Januari lalu, perusahaan layanan ladang minyak Schlumberger menyatakan bakal memangkas 10.000 karyawan.
Sementara, BP merumahkan 4.000 karyawan. Diprediksi akan lebih banyak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor migas pada 2016. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)