TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panen raya khususnya komoditas beras sudah terjadi beberapa bulan belakangan.
Namun, dampak dari panen raya belum banyak dirasakan oleh konsumen, apalagi petani.
Bahkan ironisnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi penurunan daya beli petani tanaman pangan sebesar 2 persen pada April 2016 dibandingkan sebulan sebelumnya, dan penurunan sebesar 3,44 persen dibandingkan April 2015.
Di tengah panen raya, petani tanaman pangan justru nombok.
Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan melorot di bawah 100, di level 98,68.
"Penurunan harga gabah yang drastis tidak direspons oleh penurunan harga beras secara signifikan," kata Kepala BPS Suryamin, di Jakarta, Senin (2/5/2016).
Akibatnya, indeks harga yang dibeli petani lebih besar dibandingkan dengan yang diterima.
Di sisi lain, kata Suryamin, penurunan harga beras yang harusnya signifikan karena panen raya juga tidak dinikmati oleh konsumen.
Padahal sejak Februari lalu, harga gabah sudah turun banyak.
Rata-rata harga gabah Maret 2016 sudah turun 9,76 persen dibandingkan Februari.
Sedangkan pada April 2016, rata-rata harga gabah turun 9,36 persen dibandingkan Maret.
"Harga gabah sudah dua kali turun, yaitu 9,76 persen dan turun lagi 9,36 persen," kata dia.
Akan tetapi, nyatanya penurunan harga gabah Maret tidak direspons penurunan harga beras secara signifikan pada April 2016.
Pada April 2016, harga beras di tingkat penggilingan hanya turun 5,14 persen.
Adapun rata-rata harga beras di tingkat grosir hanya turun 1,69 persen.
Penurunan harga beras makin tipis di tingkat pedagang eceran, yakni hanya 1,47 persen.
"Nah, ini mudah-mudahan ini (panen raya) direspons oleh pengusaha (pedagang beras)," kata Suryamin.(Estu Suryowati)