TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Masih lemahnya permintaan domestik diperkirakan tidak banyak mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua ini.
Karena itu Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2016 lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, sebelumnya BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua 2015 sedikit di atas 5%.
Namun dari hasil kajian terakhir BI, pertumbuhan ekonomi kuartal II diprediksi di bawah 5%.
"Analisis terakhir kami, pertumbuhan ekonomi 4,9 sampai 5 persen," katanya, Kamis (16/6/2016).
Pertumbuhan ekonomi ini terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang meningkat.
Hal itu sejalan dengan peningkatan penjualan menjelang Lebaran yang ditopang pencairan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 para Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Namun demikian, meski membaik, BI menilai penjualan eceran sebagai salah satu indikator tingkat konsumsi masyarakat masih tak begitu kuat.
Masih rendahnya permintaan domestik juga ditunjukkan oleh investasi swasta non-bangunan yang masih sangat lemah, meskipun belanja modal pemerintah digenjot.
Hal tersebut tercermin dari impor industri transportasi dan penjualan lahan industri yang juga masih lemah.
Masih lemahnya permintaan domestik, juga tercermin dari rendahnya pertumbuhan kredit, dari 7,8% (YoY) pada Maret 2016 menjadi 8% (YoY) pada April 2016.
Demikian pula dana pihak ketiga April 2016 hanya tumbuh 6,2% (YoY), turun dibanding bulan sebelumnya 6,4% (YoY).
Pesimisme pertumbuhan juga didasari oleh permintaan global juga belum mengalami perbaikan signifikan.
Hal itu utamanya disebabkan karena pertumbuhan ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia pada tahun ini masih tertahan.