TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia memiliki kurang lebih 7 juta tenaga konstruksi. Namun saat ini baru 7,2 persen yang memiliki sertifikat.
Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yusid Toyib mengatakan sertifikasi tenaga kerja konstruksi bertujuan untuk melindungi tenaga kerja nasional. Ke depannya para pekerja memiliki nilai tambah dan siap menghadapi perdagangan bebas masyarakat ekonomi ASEAN 2015 dan Asia Pasifik 2020.
"Melindungi badan usaha jasa konstruksi agar memiliki tenaga kerja yang kompeten," ujar Yusid, Senin (7/11/2016).
Pasar konstruksi Indonesia sendiri sangat menjanjikan. Tahun 2014, Indonesia menjadi pasar jasa konstruksi terbesar di ASEAN dengan nilai 267 miliar dollar AS atau kurang lebih Rp 3.471 triliun.
Salah satu yang disasar untuk percepatan sertifikasi adalah para tenaga kerja konstruksi yang bekerja di BUMN konstruksi.
"Pada tahun 2017 di semua kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempekerjakan tenaga konstruksi harus memiliki sertifikat," kata Yusid Toyib.
Kementerian PUPR sendiri terus berupaya melakukan percepatan seritifikasi tenaga kerja diberbagai daerah di Indonesia. Hal ini dibuktikan melalui pengiriman Mobile Training Unit (MTU) ke daerah-daerah dan program link and match dengan dunia pendidikan.