TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) optimistis Google Asia Pacific Pte Ltd bakal melunasi kewajiban pajak di Indonesia.
Kalla berharap, negosiasi pajak pemerintah dengan Google berakhir dengan apik.
"Mudah-mudahan toh Google sudah membayar walaupun angkanya masih dalam perhitungan. Mudah-mudahan bisa selesailah dengan baik," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jumat (23/12/2016).
Menurutnya, masalah pajak Google di Tanah Air berkait dengan masalah hukum. Hal ini juga terjadi antara Google dengan negara lain, semisal Irlandia.
"Karena memang dunia maya, bagaimana caranya," ujarnya.
Mantan Menko Kesra ini lalu menimang wacana perihal pemblokiran layanan Google.
"Kalau tidak ada Google, juga Anda pasti marah-marah juga tidak bisa cari tahu sesuatu juga. Jadi tetapi yang kita pakai bayar iklannya, iklannya dari Indonesia harus bayar," jelasnya seraya menyinggung realisasi pajak 2016 yang tidak memenuhi target.
Hal ini menyusul kondisi ekonomi yang tengah lesu, termasuk di Indonesia.
"Kalau ekonomi lesu karena pajak diambil oleh keuntungan, berarti keuntungan perusahaannya kurang. Kalau keuntungannya kurang pasti belanjanya kurang. nah maka terjadilah defisit, kekurangan pajak. maka terjadi defisitnya naik," tuturnya.
Ia menambahkan, pemerintah lalu melakukan beberapa tindakan antisipasi. Langkah pemerintah adalah memotong anggaran. Setelah itu, pemerintah juga menghentikan proyek dan utang.
"Tidak ada cara lain. karena ini sudah akhir tahun tidak mungkin lagi orang sudah banyak libur, bagaimana mungkin lagi mau tarik pajak kiri kanan akhir tahun. Sudahlah tunggu tahun depan sajalah," imbuhnya.
Pemerintah terus menekan Google untuk membayar utang pajaknya.
Setelah gagal bernegosiasi tahun ini, tahun depan Ditjen Pajak akan melakukan langkah lanjutan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga membuka peluang pemblokiran layanan Google. Langkah lanjutan dilakukan untuk menentukan basis penghitungan pajak.
"Akan ada pembahasan lebih lanjut tentang detail dari basis penghitungan itu," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kamis (22/12/2016) kemarin.
Menurutnya, pembahasan bukanlah proses negosiasi lagi. Basis penghitungan pajak perlu ditetapkan dan diverifikasi karena ada perbedaan data pajak yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dengan data milik Google.
"Ini tidak negosiasi, tapi proses untuk collection," ucap Sri Mulyani.
Langkah ini dilakukan karena sampai akhir tahun ini tidak ada kesepakatan negosiasi antara pemerintah dan Google.
Ditjen Pajak akan memeriksa bukti permulaan atas kasus pajak Google mulai tahun depan.
Verifikasi diperlukan agar data yang menjadi basis perhitungan pajak memiliki legitimasi dan mampu menggambarkan transaksi Google di Indonesia, termasuk sisi value yang kredibel.
Sri yakin Google sudah mengerti soal tunggakan pajak ini, sehingga pemerintah bisa segera mengkalkulasi nilai yang harus dipenuhi oleh Google.
"Kalau ada nilai tambah yang muncul dari kegiatan mereka di Indonesia, maka Indonesia perlu mendapat haknya. Itu prinsipnya. Saya rasa mereka menghormati prinsip itu, tinggal bagaimana kita menyetujui, mengkalkulasi berapa value yang genuinely coming dari Indonesia dan berapa haknya," ujarnya.
Tekanan lebih besar sebelumnya juga dikatakan oleh Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi.
Menurut Ken, pihaknya tidak akan memberikan perlakuan berbeda terhadap penunggak pajak luar negeri.
Oleh karena itu penegakan hukum, termasuk penyanderaan dan hukuman penjara, juga bisa diterapkan.
"Kalau ada tunggakan dan dia tidak mau bayar, bisa dimasukkan ke penjara," katanya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di tempat terpisah mengatakan, pihaknya akan melakukan segala upaya agar Google bersedia membayar utang-utang pajaknya di Indonesia. Salah satu opsi terakhir jika kemudian Google.
"Blokir itu langkah paling akhir. Kami tidak bisa hanya main blokir, tapi harus perhitungkan kepentingan masyarakat umum," ujarnya.
Menurutnya, Google bukan cuma mesin pencari atau search engine, namun juga ada fasilitas surat elektronik (e-mail) dan lain-lain.
"Ini yang harus dibicarakan dengan pemangku kepentingan lain," katanya.
Soal tunggakan pajak, dirinya menyerahkan kewenangan ke Kemkeu dan mendukung apa pun keputusan dari otoritas fiskal. (tribunnews/rekso/kontan)