Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu menegaskan keistimewaan luar biasa yang di peroleh PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak tahun 1967 hingga hari ini sudah harus dihentikan.
Adian menegaskan, saatnya bagi bangsa ini memikirkan Rakyatnya sendiri dan memikirkan setiap jengkal tanah republik untuk lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Karena itu aktivis 1998 ini tekankan, hari ini, kontrak karya terkait PTFI adalah sejarah masa lalu yang hanya pantas dikenang tanpa perlu dilanjutkan.
Menurut Adian lebih lanjut, perlu keberanian dan konsistensi pemerintah untuk tegas menegakan amanat Undang-undang dengan bertahan pada divestasi saham 51%, perubahan KK menjadi IUPK, meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam proses produksi, membangun Smelter, PPH Badan, PPN dan bernegosiasi dengan investor dalam batas wajar yang saling menguntungkan.
"Dengan demikian ini akan menunjukan siapa sesungguhnya yang menjadi tuan atas seluruh sumber daya alam," ujar Adian kepada Tribunnews.com, Senin (20/2/2017).
"Siapa yang sesungguhnya berdaulat di bawah tanah, di atas tanah bahkan udara Indonesia," katanya.
Lebih lanjut ia sampaikan, Indonesia tidak menolak investor asing, tidak anti pada investor asing.
Syarat investasi yang Indonesia harapkan tidak berlebihan, tegasnya, yakni tidak tamak, tidak rakus.
Yang Indonesia harapkan adalah hal yang sama yang diharapkan oleh semua bangsa, semua manusia di berbagai belahan dunia, yaitu berbagi dengan adil. Tidak lebih.
Jika Freeport tidak mau bersikap adil setelah 48 tahun mendapatkan keistimewaan yang menguntungkan, menurut Adian, maka tidaklah salah jika sekarang Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas.
Karena Adian menilai sikap pemerintah Jokowi hari ini adalah keputusan Indonesia untuk berhenti menunduk, berhenti mengangguk, berhenti berlaku seperti cecunguk yang berjalan terbungkuk bungkuk.
Pilihan Freeport saat ini hanya dua menurut Adian, yakni pertama, patuh dan menghormati UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang dibuat bersama oleh Pemerintah dan DPR.
Pula menghormati dan patuh pada segala peraturan lainnya di bawah UU seperti PP 01 tahun 2017 yang di buat oleh Presiden Republik Indonesia.
Jika Freeport keberatan, ya silahkan pilih pilihan yang kedua yaitu segeralah berkemas dan cari tambang emas di negara lain.
"48 tahun lalu benar bahwa Indonesia belum memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola tambang emas besar dengan teknologi yang rumit tapi hari ini Indonesia punya puluhan ribu orang pintar, sejumlah BUMN tambang, puluhan pengusaha tambang yang memahami teknologi, berkemampuan dan memiliki asset finansial kuat," kata Adian.
Kesalahan Freeport terbesar lanjut dia, adalah ketika ia menganggap remeh Indonesia, menganggap bisa menggertak Indonesia dengan beragam cara cara kuno, cara cara usang, cara cara zaman kolonial devide et impera.
"Indonesia tidak takut pada Freeport, temannya Freeport, Tetangga Freeport, Saudaranya Freeport atau siapapun dibelakang Freeport," tegasnya.
Karena kalaupun Indonesia harus takut maka Indonesia hanya takut jika Rakyat tidak menjadi sejahtera.
Pun kalaupun Indonesia harus takut maka Indonesia hanya akan takut jika mewarisi lingkungan yang rusak pada anak cucu.
"Indonesia hanya takut ketika Indonesia tidak menjadi negara yang berdaulat atas seluruh sumber daya alamnya," tegas Adian.
Sebelumnya PT Freeport Indonesia (PTFI) menyatakan akan tetap menggunakan kontrak perjanjian rasa Kontrak Karya (KK) yang pernah dibuat dengan Pemerintah RI tahun 1991.
Padahal, Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut mengakhiri perjanjian Kontrak Karya Tahun 1991, demi memberi kesempatan kepada PTFI memperoleh izin operasi dan persetujuan ekspor konsentrat.
Presiden dan CEO Freeport-McMoran Inc, Richard C Adkerson mengatakan, PTFI tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh KK sebagai dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi perusahaan, para pekerja dan pemegang saham.
"Kepastian hukum dan fiskal sangat penting bagi PTFI untuk melakukan investasi modal skala besar jangka panjang yang diperlukan untuk mengembangkan cadangan perusahaan di lokasi operasi," ujar Richard, Jakarta, Senin (20/2/2017).(*)